Monday, April 7, 2014

'ILAL'UL HADITS



DAFTAR ISI

DAFATR ISI............................................................................................. i
BAB I........................................................................................................ ii
PENDAHULUAN..................................................................................... ii
A.    Latar Belakang........................................................................................................... ii
B.     Rumusan Makalah..................................................................................................... ii
BAB II ................................................................................................................................ 1
PEMBAHASAN.............................................................................................................. 1
A.    Pengertian Umat Islam........................................................................................ 1
B.     Tafsir Ayat........................................................................................................... 2
C.     Ayat dan Hadits Pendukung .............................................................................. 3
D.    Kajian Keilmuan.................................................................................................. 4

BAB III...................................................................................................... 7
KESIMPULAN................................................................................................................ 7
DAFTAR PUSAKA....................................................................................................... 8


BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ada banyak sekali kekeliruan dalam menafsirkan atau mengartikan maksud dari suatu ayat dalam Al-Qur’an karena pemilihan kata dan kalimat dalam Al-Qur’an yang begitu indah dan bahasa tuhan yang begitu luar biasa serta cara pembacaan yang terpotong-potong sehingga salah atau kurang tepat dalam penafsiran atau pengartiannya. Saya mencoba untuk menyusun sebuah makalah di mana makalah saya akan sedikit menerangkan penafsiran tentang surat Al Imran ayat 110 tentang keutamaan umat islam dari umat yang lain.

Surah Ali 'Imran (Arabال عمران , Āli-'Imrān, "Keluarga 'Imran") adalah surah ke-3 dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri dari 200 ayat dan termasuk surah Madaniyah. Dinamakan Ali 'Imran karena memuat kisah keluarga Imran yang di dalam kisah itu disebutkan kelahiran Nabi Isa, persamaan kejadiannya dengan Nabi Adam, kenabian dan beberapa mukjizatnya, serta disebut pula kelahiran Maryam binti Imran, ibu Nabi Isa. Surah Al-Baqarah dan Ali 'Imran ini dinamakan Az-Zahrawan (Dua Yang Cemerlang), karena kedua surah ini menyingkapkan hal-hal yang menurut apa yang disampaikan Al-Qur'an disembunyikan oleh para Ahli Kitab, seperti kejadian dan kelahiran Nabi Isa, kedatangan Nabi Muhammad dan sebagainya.


B.Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dibuatnya makalah ini yaitu :
1.Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah.
2.Untuk Memahami Pengertian Umat Islam.
3.Diharapkan dapat menjadi referensi dalam pemahaman terhadap surat Al Imran terutama ayat 110 tentang keutamaan umat islam dari umat yang lain.
4.Memahami apa yang menjadi penyebab ummat islam menjadi ummat yang utama dari ummat yang lain.
5.Dapat mengaplikasikan isi dari ayat bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian ‘Ilali’l Hadits.
‘Ilat suatu hadits menurut etimologi adalah berasal dari bahasa arab yaitu علل merupakan bentuk plural dari kata  علة  yang berasal dari kata عل -  يعل yang memiliki beragam makna, diantaranya penyakit, beban, halangan.
Sedangkan menurut terminologi adalah :
1.Menurut Muhadditsin : Suatu sebab yang tersembunyi yang dapat membuat cacat suatu hadits yang nampaknya tiada berccacat itu.
2.Menurut Mayoritas : Sebab-sebab tersembunyi yang tidak terjangkau oleh aktivitas Jarh yang dapat menodai kesahihan suatu hadits, sedangkan secara lahiriyah ia terlihat selamat dari sebab-sebab tersebut.

3.Sebab-sebab yang bisa melemahkan suatu hadits, seperti men-jarh perawi hadits disebabkan berdusta, pelupa, lemah ingatan, dst.

4.Menurut al-Khalili : Sebab-sebab yang tidak berimplikasi pada pencemaran kesahihan suatu hadits, seperti hadits yang di-maushulkan oleh perawi tsiqah dan di-mursal-kan oleh yang lainnya.

            Berdasakan pemaknaan mayoritas ahli hadits, ranah kajian ‘illat tidak mencakup hadits munqathi’, haditsh yang dalam riwayatnya terdapat kesamaran (majhul) dan hadits-hadits dla’if lainnya, karena ranah kajian ‘illat ini adalah ruang yang tidak terjangkau oleh aktivitas jarh-ta’dil. Ia merupakan ilmu tersendiri yang sangat mendalam dan misterius (aghmadlul ‘ulum wa adaqquha ) yang hanya berkaitan dengan hadits-hadits sahih/hasan.

            Berbeda halnya dengan pemaknaan kedua yang mencakup hadits munqathi’ dan hadits dha’if lainnya. Adapun menurut madzhab Al-Khalily, ‘illat ini juga mencakup hadits sahih, maka dalam terminologisnya dikatakan hadits sahih-mu’allal. Hal ini merupakan kebalikan definisi ketiga. Dalam definisi kedua, suatu hadits secara dzahir dinyatakan “selamat “, namun ternyata setelah diadakan peneltian lebih lanjut (ba’dal fahshi), hadits tersebut bermasalah. Dalam definisi Al-Khalily, suatu hadits secara dzahir dinyatakan bermasalah, kemudian setelah diadakan penelitian, ternyata ia tidak bermasalah. Adapun dalam perspektif At-Turmudzy, ‘illat dalam pengertian umum juga mencakup segala hal yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits dan yang menghalangi pengaplikasiannya. Di sini kami akan membatasi konsepsi ‘illat dalam perspektif Jumhur (mayoritas) ahli hadits.

    Dengan mengetahui arti ‘Illat suatu hadist, maka pengertian dari ilmu ‘Illa’il hadits adalah :
هُوَالْعِلْمُ الَّذِيْ يَبْحَثُ عَنِ الْاَسْبَابِ الْخَفِشيَّةِ الْغَامِصَّةِ مِنْ جِهَةِ قَدْ حِهَا فِيْ الْحَدِيْثِ كَوَصْلُ مُنْقَطِعٍ,وَرَفْعِ  مَوْقُوْفٍ وَاِدْخَالِ حَدِيْثٍ فِيْ حَدِيْثٍ.اَوْ اِلْزَاقِ سَنَدٍ بِمَتْنٍ اَوْ غَيْرَ ذَا لِكَ.
"Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab yang samar-samar lagi tersembunyi dari segi membuat kecacatan suatu hadits. Seperti memuttashilkan (menganggap bersambung) sanad suatu hadits yang sebenarrya sanad itu munqathi’ (terputus), merafa’kan (mengangkat sampai kepada nabi) berita yang mauquf (yang berakhir pada sahabat), menyisipkan satu hadits kepada hadits yang lain, meruwetkan sanad dengan matannya atau lain sebagainya".
    Dapatlah dimengerti betapa sulitnya meneliti apakah suatu sanad hadits itu muttashil, yakni setiap rawinya bertemu dan mendapat hadits dari guru-gurunya, atau apakah berita yang disampaikan oleh sahabat itu benar-benar sabda atau tindakan Rasulullah saw. Sekiranya seseorang tidak memiliki pengetahuan yang banyak tentang biografi dari rawi-rawi itu atau tidak menemukan sanad-sanad lain yang dapat dijadikan bahan perbandingan atau tidak banyak mempunyai hafalan  matan hadits. Tidak banyak Muhadditsin yang mempunyai keahlian dalam ilmu ini kecuali beberapa orang saja. Yaitu : Ibnu’l-Madiny, Ahmad, Al-Bukhary, Ya’kub Abi Syaibah, Abu Hatim, Abu Zur’ah, At-Turmudzy dan Ad-Daruquthny.
Jika suatu hadits terdapat ‘illatnya,menjadilah hadits itu hadits dhai’f . Karena itu ia tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu hukum. Dengan demikian kegunaan mempelajari ilmu ini adalah untuk menetapkan apakah hadits itu dapat diterima atau ditolak.
B.Tempat-tempat ‘illat.
‘Illat hadits itu terdapat pada :
a.    Sanad.
b.    Matan.
c.    Sanad dan matan.
a.Pada sanad.
    ‘Illat yang terdapat dalam  di sanad itu lebih banyak terjadi jka dibandingkan dengan ‘illat yang terdapat pada matan. Ia adakalanya menjadikan cacat pada sanadnya saja, tidak sampai mencacatkan matannya dan adakalanya kecacatannya itu merembet kepada matannya sekali. ‘Illat pada sanad yang hanya berpengaruh pada sanadnya saja itu dapat diketahui apabila hadits tersebut diriwayatkanoleh rawi lain dengan sanad lain yang shahih. Misalnya sabda Rasulullah saw :
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا
“Kedua orang yang berjual beli itu dapat melakukan khiyar (hak pilih) selama mereka belum berpisah”.
    Jika hadits tersebut kita ambil sanad Ya’la bin ‘Ubaid dari Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘Umar r.a. Tahulah kita bahwa hadits tersebut sanadnya muttashil dan rawinya tsiqah namun masih ber’illat. ‘Illatnya terletak pada adanya kekeliruan Ya’la bin  ‘Ubaid dalam menyandarkan periwayatannya kepada Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar. Diketahui adanya kekeliruan itu setelah diadakan perbandingan dengan sanad yang lain. Yaitu sanad-sanad Abu Nu’aim, Muhammad bin Yusuf dan sanad Makhlad bin Yazid. Mereka meriwayatkan hadits melalui Sufyan Ats-Tsaury,’Abdullah bin Dinar dan Ibnu ‘Umar r.a. Biarpun sanad Ya’la ber’illat, namun matannya shahih.Karena sama dengan matan hadits yang diriwayatkan oleh sanad-sanad lain yang shahih.
    ‘Illat pada sanad yang membawa pengaruh kepada kecacatan matannya itu terjadi antara lain kalau ‘illat itu disebabkan karena memauqufkan (pemberitaan hanya kepada sahabat), mengirsalkan (meninggalkan sahabat yang semestinya harus dijadikan sumber pemberitaan) atau memunqathi’kan (menggugurkan salah seorang rawi yang menjadi sanadnya).’Illat pada sanad yang membawa pengaruh kepada cacatnya matan hadits itu banyak terjadi. Misalnya :
من جلس مجلسا فكثر فيه لغطه فقال قبل أن يقوم سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك واتوب إليك غفر له ما كان في مجلسه ذا لك.
“Barangsiapa duduk dalam suatu majlis pertemuan membuat kegaduhan di dalam majlis itu, kemudian sebelum meninggalkan majlis ia mendo’a : “Maha suci Engkau ya Tuhan dan dengan memuji Engkau, bahwa tiada Tuhan selain Engkau sendiri, aku meminta ampun dan bertaubat kepadaMu”,maka ia diampunilah segala apa yang telah terjadi dalam majlis itu”.
    Al-Hakim An-Nisabury menceritakan bahwa Imam Muslim pernah menanyakan hadits Musa bin ‘Uqbah yang bersanad Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya(Abu Shalih) dari Abu Hurairah r.a. Dari nabi Muhammad saw itu kepada imam Bukhary. Imam Bukhary menjawab bahwa hadits tersebut adalh baik dan beliau menyatakan belum pernah mengetahui hadits sebaik ini, hanya saja hadits ini ber’illat. Karena menurut beliau hadits itu bersanad Musa bin Isma’il, Wuhaib, Syuhail dan ‘Aun bin ‘Abdillah. Hadits itu bukanlah sabda Rasul saw, sebagaimana dikatakan oleh Musa bin ‘Uqbah(hadits marfu’). Akan tetapi hadits itu adalah perkataan ‘Aun bin ‘Abdillah (jadi hadits mauquf).
b.Pada Matan.
    Hadits Muslim yang bersanad al-Auza’iy, dari Qatadah secara kitabah yang mengabarkan bahwa Anas bin Malik berkata :
صليت خلف النبي صلى الله عليه وسلم وابي بكر وعمر وعثمان فكانوا يستفتحون بالحمد لله رب العالمين لا يذكرون بسم الله الرحمن الرحيم في اول قراءة ولا في اخرها.
“Aku pernah shalat di belakang Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman, mereka memulainya dengan membaca : Alhamdulillaahi rabbil- ‘aalamiin dengan tidak menyebut : Bismillaahir-rahmaanir-rahiim pada awal maupun akhir bacaan”.
    Ibnush Shalah dalam kitab ‘Ulumul-Hadits berkata: “Sebagian kaum mengatakan bahwa riwayat tersebut di atas (yang menafikkan bacaan basmalah) terdapat ‘illat. Mereka berpendapat bahwa kebanyakan riwayat tidak menyebut basmalah tapi membaca hamdalah di permulaan bacaan, dan ini yang muttafaqun-’alaih menurut riwayat Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya. Mereka mengatakan bahwa lafadh tersebut adalah riwayat yang dipahaminya secara maknawi, yaitu lafadh yang artinya : “Mereka membuka bacaan shalat dengan membaca ‘Alhamdilillaahi rabbil-’aalamiin’; dipahami bahwa mereka tidak membaca basmalah, maka meriwayatkan seperti apa yang dipahaminya, dan ternyata salah. Karena maknanya bahwa surat yang mereka baca adalah surat Al- Fatihah yang tidak disebutkan di dalamnya basmalah.” Ditambah lagi dengan beberapa hal, yaitu Shahabat Anas ditanya tentang iftitah dengan basmalah, lalu dia menyebutkan bahwa dia tidak mengetahui sesuatu pun dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang itu.
c.Pada Sanad dan Matan.
    ‘Illat hadits yang tedapat pada sanad dan matan mempunyai pengaruh yang mencacatkan kepada kedua (sanad dan matan). Contoh hadits yang diriwayatkan oleh Baqiyah bin Al-Walid :
    .من أدرك ركعةً مِن صلاةِ الجُمُعةِ وغيرِها فقد أدرك
“ Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat Jum’at dan shalat lainnya maka telah mendapatkan shalatnya”.

Baqiyah bin Al-Walid meriwayatkan hadits tersebut melalui sanad-sanad : Yunus, Az-Zuhry, Salim, Ibnu ‘Umar r.a. dari Nabi Muhammad saw. Menurut Abu Hatim Ar-Razy pengisnadan Baqiyah tersebut terdapat kekeliruan. Yaitu ia mengatakan bahwa Az-Zuhry menerima hadits itu dari Salim dan Salim dari Ibnu ‘Umar r.a, padahal sebenarnya Az-Zuhry  menerimanya dari Salamah dari Abu Hurairah r.a. Abu Hatim Ar-Razy mengatakan bahwa ini merupakan kesalahan pada sanad sekaligus matan, yang benar adalah Az-Zuhri dari Abu Salmah dari Abu Hurairah dari Nabi Saw, ia bersabda:
من أدرك مِن صلاةٍ ركعةً فقد أدركها.
 “Barangsiapa yg mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka ia telah mendapatkannya”.

    Sedangkan lafadz “shalat jum’at” tidak ada dalam hadis ini. Dengan demikian terdapat illat pada sanad dan matan. Lebih jelasnya dapat kita ketahui berdasarkan penelitian lewat sanad-sanad lain. Disamping sanadnya ber’illat, matan hadits Baqiyah itu pun ber’illat pula. Yaitu dengan adanya tambahan perkataan “jumu’ati” setelah perkataan “min shalatin”, yang menurut matan dari rawi-rawi yang tsiqah perkataan itu tidak ada.

C. Macam-macam ‘Illa’il-Hadist.
Menurut Al-Hakim Abu ‘Abdillah ‘illat hadist dibagi menjadi 10 yaitu :
1. Me-mutthashilkan sanad hadist yang munqhoti’. Contohnya :hadits kaffaratul majlis tersebut diatas (h.3.).

2. Me marfu’kan hadist yang mursal.
Contoh : Hadits Qabishah bin ‘Uqbah bersanad Sufyan Khalid bin Hadzdza’i,  ‘Ashim dan Abu Qilabah yang diriwayatkan secara marfu’ kepada Nabi:

ارحمم امتيي بامتي ابوو بكر وواشدهم في امرر الله عمرواصددقهم حياءعثمان واقراهم لكتاباللهااببي بن كعب واقررضهم زيد بن ثابت واعلمهم بالحلال والحرام معاذ ابن جبل.

“Sekasih-kasih ummatku terhadap ummatku adalah Abu Bakar, sekeras keras ummat dalam melakukan ketentuan Allah adalah Umar, sebenar-benar ummat yang pemalu adalah Utsman, sefasih-fasih orang untuk membaca kitab Allah adalah Ubay ibn Ka’ab, sepintar-pintar orang dalam ilmu faro’idh adalah Zaid ibn Stabit dan sepandai-pandai orang dalam hal halal dan haram adalah Muadz ibn Jabal”.   

Seorang perawi yang bernama Habisyah dia mengaku menerima hadist dari Sufyan dari Khalid al Hadzdza’i dari Ashim dari Abu Kilabah dan yang terakhir dia mengatakan menerima dari Nabi Muhammad saw. Akan tetapi sebenarnya yang menerima hadist ini adalah sahabat Anas bin Malik r.a yaitu: dari At-Turmudzy mentakhrijkan melalui sanad-sanad Sufyan bin Waki’, Humad bin ‘Abdur Rahman, Dawud Al-‘Athar, Ma’mar, Qatadah dan Anas bin Malik r.a. jelaslah sekarang sahabat Abu Qilabah menggugurksn (mengirsalakan) sahabat Anas bin Malik r.a.

3. Meng-syadz-kan hadist yang mahfudh.
Contoh : Hadits Musa bin ‘Uqbah yang diterima dari Abu Ishaq dari Burdah dari ayahnya, yaitu abu Musa Al-Asy’ary r.a.

انه ليغان علي قلبي واني للاستغفرالله في اليوم مماءة مراة.

“Sesungghnya hatiku telah terpesona dan dalam keadaan yang demikan itu sungguh aku meminta ampun kepada Allah dalam waktu sehari (saja) seratus kali.
   
Hadits  ini ditakhrij oleh Musa bin ‘Uqbah yang bersanad Abi Ishaq, Abu Burdah dan ayahnya, yaitu abu Musa Al-Asy’ari r.a adalah syadz. Akan tetapi setelah diadakan penelitian menunjukkan bahwa Imam Muslim mentakhrij hadist tersebut melalui sanad-sanad Yahya bin Yahya dan Qutaibah bin Sa’id dari Hammad bin Zaid, dari Tsabit, dari Abu Burdah dari Al-Agharr Al-Muzany r.a, dari Rasulullah saw.Jadi sangat jelas bahwasanya hadist Musa bin Uqbah adalah syadz dan hadist muslim adalah lebih tsiqah (mahfudh).

4. Me-waham-kan sanad yang mahfudh.
Contoh : Hadist yang di takhrij oleh Al-‘Asykary yang bersanad Zuhair bin Muhammad, ‘Utsman bin Sulaiman dari ayahnya yang mengatakan :

انه سمع رسول الله صلي لله عليه وسلم يقرافي المغرب بالطور.

“Bahwa ia mendengar Rasulullah saw membaca surat At thur pada waktu shalat maghrib”.

Adapun hadist ini di takhrij oleh Al-‘Asykary dengan sanad Zuhair bin Muhammad, ‘Utsman bin Sulaiman dari ayahnya adalah ma’lul. Sedangkan menurut para Muhadditsin sahabat yang meriwayatkan hadist ini adalah Jubair bin Muth’im. Imam Bukhari mentakhrij hadist Jubair bin Muth’im melalui sanad-sanad : ‘Abdullah bin Yunus, Malik, Ibnu Syihab, Muhammad bin Jubair bin Muth’im. Nyatalah sekarang karena Sulaiman adalah seorang tabi’iy, dia tidak mungkin mendengar langsung dari Rasulullah tanpa seorang sahabat yang hidup sezaman dan bertemu dengan Rasulullah.

5. Meriwayatkan secara ‘an’anah suatu hadist yang sanadnya telah digugurkan seorang atau beberapa orang.
Contoh : Hadist yang diriwayatkan melalui Yunus dari Ibnu Syihab dari ‘Ali bin Husain dari seorang laki laki Anshar yang mengatakan :

انهم كانو مع رسو ل الله صللي الله عليه وسلم ذات ليلة فرمى بنجم فاستنار.

“Konon orang-orang Anshar besama-sama dengan Rasulullah saw pada suatu malam, tiba tiba beliau kejatuhan bintang (melihat bintang jatuh), hingga kesilauan”.   

Hadits yang melalui periwayatan Yunus yang diterima dari Ibnu Syihab dari ‘Ali bin Al-Husain yang mengatakan bahwa ‘Ali menerimanya dari orang Anshar ini adalah ma’lul.
Dalam hadits ini terdapat ‘illat yaitu : Yunus mengugurkan seorang sanad yaitu, Ibnu ‘Abbas r.a, kemudian dia meriwayatkan menggunakan kata “’an” (dari). Padahal sebenarnya hadits tersebut diriwayatkan oleh seorang sahabat Ibnu Abbas r.a.

6. Melawani pengisnadan rawi yang lebih tsiqah.
Contoh : Hadist ‘Umar bin Khattab r.a, yang bertanya kepada rasulullah saw, ujarnya :

يارسول الله ما لك افصحنا
“Wahai Rasulullah, apakah engkau mempunyai sesuatu yang dapat menfasihkan kami?..... Dan seterusnya”
Hadist ini diriwayatkan oleh rawi-rawi yang tsiqah dari ‘Ali bin Al-Husain bin Waqid dari ayahnya (waqid) dari ‘Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari ‘Umar bin Khatthab r.a, hadist ini adalah hadist mahfudh yang dilawani sanadnya. Sedangkan hadist yang diriwayatkan ‘Ali bin Khasyram dari ‘Ali bin Al-Husain bin Waqib dari ‘Umar bin Khatthab r.a adalah hadist yang ma’lul. ‘Illatnya terletak pada ‘Ali bin al Khasyram yang menyandarkan periwayatannya dengan mengatakan “Haddatsana ‘Ali bin Al-Husain bin Waqid, balaghany ‘an ‘Umar bin Khatthab r.a... (telah bercerita kepadaku ‘Ali bin Al-Husain bin Waqid, telah sampai kepadaku dari ‘Umar...)” kata haddatsana itu memberikan pemahaman kepada kita kepastian pertemuan antara rawi dengan guru.

7. Men-tadhlish-syuyukh-kan hadits yang mahfudh.
Contoh : Hadist Abu Dawud yang bersumber dari sahabat Abu Hurairah r.a yang diriwayatkan secara marfu’ :

المؤمن غر كريم والفاجر خب لءيم

“Orang mu’min itu adalah orang yang mulia lagi dermawan, sedang orang fasik itu adalah perusak yang pemberani”.

Hadits Abu Dawud yang bersanad : Nasir bin ‘Ali, Abu Ahmad, Sufyan,Hajjaj bin Farafidlah,rajulun,Abu Salamah dan Abu Hurairah r.a adalah ma’lul, karena di dalam sanadnya terdapat seorang laki laki yang tidak di sebut namanya (mubham) sehingga sulit untuk di ketahui identiasnya.Imam At-Turmudzy meriwayatkan hadits tersebut melalui sanad-sanad Muhammad bin Rafi’, ‘Abdur Razaq, Bisyr bin Rafi’, Yahya bin Abi Katsir, Abu Salamah dan Abu Hurairah. Jelas bahwa orang yang tidak disebut namanya tersebut yaitu Yahya bin Abi Katsir.

8. Men-tadlish-isnad-kan hadits yang mahfudh.
Contoh: Hadits Yahya bin Katsir yang bersumber dari Anas bin Malik r.a :

كان رسول الله صلي الله عليه وسلم اذا افطر عند قوم قال لهم:افطر عندكم الصاءمون واكل كعامكم الابرار وتنزلت الملا ءكة

“Konon Rasulullah saw bila berbuka disisi suatu kaum beliau bersabda kepada mereka: “Disampingmu, orang orang yang berpuasa ikut berbuka, orang orang yang baik ikut menikmati makananmu dan para Malaikat pembawa rahmat turun menyampaikan rahmat”.

‘Illat yang terdapat pada hadist ini adalah pada Yahya bin Katsir, sebenarnya ia mendengar dari orang Bashrah yang bernama ‘Amr bin Zabib. Meskipun Yahya bin Katsir banyak meriwayatkan hadist dari Anas bin Malik namun hadits ini tidak ia terima Anas bin Malik. Pembajakan pemberitan inilah yang menjadikan cacat hadist itu.

9. Meng-isnad-kan secara waham suatu hadits yang sudah musnad.
Contoh:

كان رسول الله صليي لله عليه وسلم اذا افتتح الصلاة قال سبحانك اللهم وبحمدك تبارك اسمك وتعالي جدك ولاا اله غيرك

“Konon Rasulullah saw bila membaca iftitah (do’a antara takbiratul ihram dengan bacaan Al fatihah) membaca maha suci engkau dan dengan pujian-Mu aku menyucikan engkau, yang maha memberkahi nama-Mu, maha tinggi keagungan-Mu dan tiada tuhan sekain engkau”.

Hadist ini sudah mempunyai sanad tertentu akan tetapi salah seorang rawinya meriwayatkan hadist tersebut dari dari sanad lain di luar sanad yang sudah tertentu itu secara waham (duga-duga).

10. Memauqufkan hadist yang marfu’.
Contoh :
من ضحِك في صلا ته يعيد الصلاة و لا يعيد الوضوء.

“Barangsiapa yang tertawa diwaktu solat, hendaklah mengulang solatnya, tetapi tidak usah mengulang wudhunya”.

    ‘Illatnya terletak kepada Waki’ yang memauqufkan apa yang diriwayatkan itu hanya kepada Jabir r.a, padahal berita itu diangkat dari Rasul saw(marfu’).

D.Kitab-kitab ‘Ilalu’ul-Hadits.
Ilmu Ilalil Hadis telah mulai disusun sejak abad kedua dan di permulaan abad ketiga.
Kitab-kitab ‘Ilalul Hadits yang muncul sebelum abad ke IV antara lain ialah:
1.    Al-Tarikh wal ‘ilal, karya Imam Al-Hafidz Yahya bin ma’n(158-233 H.).
2.    ’Ilalul Hadits, karya Imam Ahmad bin Hanbal(164-279 H.).
3.    Al-musnadul Mu’alal, karya Imam Al-Hafidz Ya’qub bin Syaibah As-Sudusy Al-Bashry(182-279 H.).
4.    Al-‘Ilal, karya Al-Imam Muhammad bin ‘Isa At-Turmudzy(209-279 H.).
Kemudian kitab-kitab ‘Ilalul Hadits yang lahir sesudah abad tersebut ialah;
1.    ‘Ilalul Hadits, karya Abdurrahman bin Abi Hatim Ar-Razy(204-327 H.).
2.     Al-‘Ilal al Waridah fil Ahadisin Nabawiyah, karya Hafidz Ali bin Umar Ad-Daruquthny(306-327 H.).

 E. Cara Mengetahui ‘Illat Dalam Hadits.
Untuk mengetahui apakah sebuah hadits terdapat kecacatan di dalamnya ataukah tidak, kita dapat menggunakan metode komparasi (comparation methods). Caranya adalah dengan membandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna, begitu pula halnya dengan matannya.
Dengan melakukan komparasi atas sanad dan matan hadis yang isinya sama atau semakna, maka ada tidaknya ‘illat dapat diketahui. ‘Illat tersebut dapat diketahui dengan di dalam sanad tersebut hanya terdapat periwayat tunggal, di dalam jalur-jalur sanad lain berbeda dengan jalur periwayat tersebut dan dengan konteks-konteks lain yang menunjukkan adanya kecacatan.
Dan hal tersebut ditunjukkan oleh seseorang yang benar-benar memiliki kapabilitas dalam masalah tersebut. Mengingat bahwa ilmu ‘ilal al-hadits ini merupakan ilmu yang cukup rumit dan njlimet, maka hanya kalangan ahli hadits yang benar-benar menguasai dan mendalami hadits dan ilmu hadits, memiliki hafalan dan pemahaman yang mumpuni terhadap hadits-hadits Nabi, yang dapat mengetahui ada tidaknya ‘illat dalam suatu hadits.
















BAB III
KESIMPULAN
‘Ilat suatu hadits menurut etimologi adalah berasal dari bahasa arab yaitu علل merupakan bentuk plural dari kata  علة  yang berasal dari kata عل -  يعل yang memiliki beragam makna, diantaranya penyakit, beban, halangan.
Sedangkan menurut terminologi adalah :
Menurut Muhadditsin : Suatu sebab yang tersembunyi yang dapat membuat cacat suatu hadits yang nampaknya tiada berccacat itu.
‘Illat hadits itu terdapat pada :
a.    Sanad.
b.    Matan.
c.    Sanad dan matan.
Menurut Al-Hakim Abu ‘Abdillah ‘illat hadist dibagi menjadi 10 yaitu :
1. Me-mutthashilkan sanad hadist yang munqhoti’.
2. Me marfu’kan hadist yang mursal.
3. Meng-syadz-kan hadist yang mahfudh.
4. Me-waham-kan sanad yang mahfudh.
5. Meriwayatkan secara ‘an’anah suatu hadist yang sanadnya telah digugurkan seorang atau beberapa orang.
6. Melawani pengisnadan rawi yang lebih tsiqah.
7. Men-tadhlish-syuyukh-kan hadits yang mahfudh.
8. Men-tadlish-isnad-kan hadits yang mahfudh.
9. Meng-isnad-kan secara waham suatu hadits yang sudah musnad.
10. Memauqufkan hadist yang marfu’.






DAFTAR PUSTAKA
1.Mandzur, Ibnu. Lisanul ‘Arab, Juz. 11.
2.Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT.Alma’arif, 1972.
3.‘Ali bin ‘Umar Addaruqutny, Abu Hasan. Al-‘Ilal Al-Waridah fi’l-Ahaditsin nabawiyah.
4. Tadribur- Rawi.
5. http://karim9.blog.unissula.ac.id/2012/06/11/ilmu-ilal-al-hadits/#_ftnref1

PEDOMAN HIDUP AL-QUR'AN N AL-HADITS....









1 comment: