Saturday, October 19, 2013

Bentuk-Bentuk Ayat Amr/Perintah



BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian ‘Amr
Secara etimologi ‘amr   berarti perintah. Sedangkan menurut terminologi adalah :
الأمر طلب الفعل من الأعلى إلى الأدنى
”amr adalah perbuatan meminta kerja dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yng lebih rendah tingkatannya.”
atau dapat didefinisikan,
اللفظ الدال على طلب الفعل على جهة الإستعلاء
“Suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”.[1]
B.Bentuk-bentuk ‘amr
Dilihat dari segi bentuknya, maka shiyagh al-Amr dapat dibagi empat,[2]yakni :
1.  Fi’il Amr
Syighot al-Amr yang menggunakan fi’il amr, seperti firman Allah, QS. Al-Baqarah (2), 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukulah bersama orang-orang yang ruku”.
Lafal َأَقِيمُو  dan ءَاتُو dalam ayat tersebut berbentuk fi’il amr dari fi’il madhi أقام dan أتي.
2. Fi’il mudhari’ yang dimasuki lam al-Amr, seperti firman Allah, QS. Al-Imran (4): 104 :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ…
“Dan hendaklah ada diantara kemu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan…”
Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa lafal   وَلْتَكُنْ adalah fi’il mudhari yang dimasuki lam al-Amr.
3.  Isim mashdar sebagai pengganti dari fi’il al-Amr
Lafal mashdar yang bermakna sebagai al-amr, seperti firman Allah, QS. Al-Isra’ (15):23 :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا…
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”
Lafal إِحْسَانًا pada ayat di atas adalah bentuk mashdar dari kata احسن- يحسن yang berarti berbuat baiklah.
4.  Isim fi’il al-Amr
Maksudnya adalah lafal yang berbentuk isim, namun diartikan dengan fi’il, misalnya :
عليكم انفسكم لايضركم من ضل اذاهتديتم
"Jagalah dirimu, tidaklah orang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu mendapat petunjuk….. (QS. Al-Mai'dah: 105).
Sedangkan menurut Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al Tasyri’, disampaikan dalam berbagai gaya atau redaksi antara lain:
a)      Perintah tegas dengan menggunakan kata amara (أمر)

90.  Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
b)      Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas seseorang dengan memakai kata kutiba (كتب). QS. Al-Baqarah: 183
بايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون                
"hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 183)

c)      Perintah dengan menggunakan kata faradha (فرض/mewajibkan). Al-Ahzab/33 : 50

50.  ...Sesungguhnya kami Telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. ..
C.Kaidah-kaidah ‘Amr dan Maknanya
1.Kaidah pertama: Pada asasnya perintah menunjukkan wajib
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”
إلاَّ ما دَلَّ دَلِيْلٌ على خِلاَفِهِ
Kecuali jika ada qarinah yang dapat mengalihkan lafadz Amar itu dari arti wajib kepada arti yang lain, maka hendaklah dialihkan kepada arti lain sesuai yang dikehendaki oleh qarinah tersebut, antara lain sebagai berikut[3] :
TM. Hasbi ash-Shiddieqy merinci kandungan shiyagh al-Amr ke dalam 15 bentuk antara lain :[4]
a.  Untuk  للندب (nadb ,menganjurkan), seperti firman Allah Swt QS. Al-Nur (24):33 :
… فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا…
“…Hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka …”
b.  Untuk للإرشاد (irsyad, petunjuk), seperti firman Allah Swt QS. Al-Baqarah (2): 281 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ…
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar…”
c.  Untuk للإباحة (ibahah,kebolehan), seperti firman Allah Swt, QS. Al-Baqarah (2): 187 :
… َكُلُوا وَاشْرَبُوا…
“…Makanlah kamu dan minumlah kamu…”
d. Untuk للتهديد (tahdid, ancaman), seperti dalam QS. Fushshilat (41):40 :
…اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ…
“…Perbuatlah apa yang kamu kehendaki…”
e.  Untuk للإكرام (ikrom,memuliakan/mempersilahkan) seperti firman Allah QS. Al-Hijr (14):46 :
ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ءَامِنِينَ
“Masuklah ke dalam surga dengan aman sentosa”
f. Untuk للتعجيز (ta’jiz, melemahkan), seperti dalam QS. Al-Baqarah (1):23 :
…فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ…
“…Maka datangkanlah satu surat yang sepetinya…”
g.  Untuk للتكذيب (takzib, mendustakan), seperti dalam QS. Al-Baqarah (1): 111 :
…قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“…Katakanlah tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”
h.Untuk للدعاء (doa, permohonan), seperti dalam QS. Al-Baqarah (2): 201 :
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّ
“ Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat”
i.Untuk للتسخير (taskhir,menghina),seperti firman Allah SWT :

كونوا قردة خاسئين
"Jadilah kamu kera yang hina".
j. Untuk للتسوية ( taswiyah, mempersamakan). Firman Allah SWT :

فاصبروا او لاتصبروا سواء عليكم
"……….maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu…".
k. Untuk للإمتنان ( imtinan, menyebut nikmat). Firman Allah SWT :

فكلوا مما رزقكم الله حلال طيبا
"Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu."
l. Untuk للتفويض ( tafwidh, yakni penyerahan. Firman Allah SWT :

فاقض ماانت قاض
"Sebab itu putuskanlah apa yang kamu putuskan."
m.Untuk للتكوين ( takwin, penciptaan). Firman Allah SWT :

كن فيكون
"Jadilah, maka jadilah."
n.Untuk للتلهيف ( talhif, pernyataan gusar). Firman Allah SWT :

موتوا بغيظكم
"Matilah kamu, karena kemarahanmu itu."
o.Untuk للإلتماس ( iltimas,Permintaan dari seseorang kepada sesama tingkatannya).

“Berhentilah dulu, mari kita menangis karena teringat kekasih rumah di siqtilliwa antara Dakhul dan Haumal”.(Syair Umruul Qais).
2.Kaidah Kedua : Perulangan dalam Suruhan
a)      Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التِكْرَار
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-ulangnya pekerjaan yang dituntut.”
Misalnya :
 “Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah/2 : 196)
Perintah haji dan Umrah tidak wajib dikerjakan berulang kali, tetapi cukup sekali saja, karena suruhan itu hanya menuntut kita untuk melaksanakannya.
b)      Amar (perintah) itu menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ يَقْتَضِى التِكْرَار مُدَّةَ العُمْرِ مَعَ الاِمْكَانِ
 “Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
Misalnya :
 “Jika kamu berjunub maka mandilah.” (QS Al-Maidah/5 : 6)
“Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir” (QS Al-Isra’ /17: 78)
 3.Kaidah Ketiga
الاَمْرُ بِالشَّيْئِ اَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ
“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya / perantara.”
Misalnya, perintah mendirikan shalat berarti perintah untuk berwudhu, karena wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat.
 4.Kaidah Keempat
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى الفَوْرَ
“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan segera.”
Misalnya :                                                                                                                
“Barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau sedang dalam bepergian jauh, hendaklah mengqadha puasa itu pada hari yang lain.” (QS Al-Baqarah/2 : 184)
Puasa Ramadhan yang ditinggalkan itu boleh ditunda mengerjakannya, asal tidak melalaikan pekerjaan itu dan sebelum masuk Ramadhan berikutnya.
5.Kaidah Kelima
الاَمْرُ بَعْدَ النَّهْيِ يُعِيْدُ الابَاحَةِ
“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”
 Misalnya :
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَاررَةِ القُبُوْرِ اَلاَ فَزُوْرُهَا
“Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang berziarahlah.” (HR Muslim)
“Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berburulah.” (QS Al-Maidah/5 : 2)
Berdasarkan dua uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa perintah setelah larangan itu hukumnya mubah tidak wajib, seperti berziarah kubur dan berburu setelah ibadah haji.[5]


[1]Satria Effendi. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 178-179.
[2] Muhtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqhi Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1986), h. 191-192.
[3] Ibid, h. 196.
[4] TM. Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Cet. I; Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 327-328.
[5] Muhtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqhi Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1986), h. 196-198.

3 comments: