MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB DAN GERAKAN WAHABIYAH
A.BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Muhammad
bin Abdul Wahab berasal dari qabilah Bani Tamim yang dilahirkan pada pada tahun 1115 H, wafat tahun 1206 H. Mula-mula ia
belajar agama di Makkah dan di Madinah. Diantara guru-gurunya di Makkah bernama
Asy-Syaikh Muhammad Sulaiman al-Kurdi, Asy-Syaikh Abdul Wahab (ayahnya sendiri)
dan kakaknya Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab. Guru-gurunya semua termasuk
kakaknya merupakan Ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah . Namun Muhammad bin Abdul
Wahab ketika mudanya banyak membaca buku-buku karangan Ibnu Taimiyah, jarak
diantara Ibnu Taimiyah dengan Muhammad bin Abdul Wahab adalah 478 tahun. Ibnu
Taimiyah meninggal di Syiria dan Muhammad bin Abdul Wahab meninggal di Nejdi.
Muhammad bin Abdul Wahab asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering
berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah
disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H /
1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher
yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia
menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang
telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam
seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk
dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut
madzhab Hambali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang
baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya
mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan
menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati
terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu
terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan
kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama’ besar dari madzhab Hanbali,
menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi
Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh
Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat: “Wahai
Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari
mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang
ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia
kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat
maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak
mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum
muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari
kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan
muslimin.
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini
adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : “Dan barang siapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami
masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali
(QS: An-Nisa 115) Menurut cucu beliau yang bernama Lathif bin Ibrahim Ali
Syaikh, bahwa Muhammad bin Abdul Wahab lahir disuatu desa bernama “Ainiyah”
pada tahun 1115 H. ia belajar agama kepada ayahnya, karena ayahnya adalah
Ulama/Qadhi di negeri ‘Ainiyah itu. Setelah ia mencapai usia dewasa ia pergi
kemakkah untuk menunaikan ibadah Haji dan kembali ke ‘Ainiyah sesudah
mengerjakan Haji. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahab dating lagi ke Makkah dan
Madinah yang kedua kali, lama ia tinggal dan menuntut ilmu di Makkah dan
Madinah. Ketika untuk kedua kalinya beliau kembali keMadinah beliau banyak
melihat amal-amal/ibadat-ibadat orang islam di makam Nabi Muhammad SAW yang
berlainan dari syari’at Islam, menurut penglihatan beliau. Kemudian ia pindah
ke Bashrah dan menyiarkan fatwanya yang ganjil-ganjil tetapi ia segera diusir
oleh penguasa dan dikeluarkan dari kota Bashrah. Kemudian ia pergi ke Hassa dan
berguru lagi disitu dengan Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif, seorang Ulama di
Hassa saat itu. Kemudian ia pindah ke Huraimalah , suatu desa kecil di negeri
Nejdi.
Mula-mula ia menyiarkan fatwanya yang ganjil-ganjil dinegeri
sendiri, yaitu di ‘Ainiyah. Tetapi Raja di negeri ituyang bernama Utsman bin
Ahmad bin Ma’mar yang mulanya menolong tetapi setelah mendengar fatwa-fatwanya
lalu ia mengusir dan bahkan berusaha membunuhnya. Kemudian ia pindah
kedur’iyah, raja Dur’iyah yang bernama Muhammad bi Sa’ud menolong Muhammad bin
Abdul Wahab dalam penyiaran faham-fahamnya. Maka bersatulah mereka. Muhammad
bin Abdul Wahab membutuhkan penguasa untuk menolong penyiaran fahamnya yang
baru dan Muhammad bin Sa’ud membutuhkan seorang Ulama yang dapat mengisi
rakyatnya dengan ideology yang keras, demi untuk memperkokoh pemerintahan dan
kekuasaan. Maka bersatulah antara faham agama dengan raja, sebagaimana
bersatunya faham Syi’ah di Iran dengan Syah Iran dan bersatunya faham Syi’ah di
Yaman dengan Syi’ah Imamiyah di Yaman dengan “Imam” yang menguasai Yaman .
Jelas dari uraian ini bahwa faham Muhammad bin Abdul Wahab tidak diterima di
Bashrah juga tidak diterima di ‘Ainiyah, sehingga diusir dari kedua tempay itu
oleh penguasa. Tetapi dengan pertolongan Muhammad bin Sa’ud dikota dur’iyah
banyak jugalah pengikut-pengikut Muhammad bin Abdul Wahab yang terdiri dari
orang-orang padang pasir, sehingga menjadi padang psir, sehingga menjadi
kekuasaan yang tidak dapat diabaikan oleh Turki dan Syarif-Syarif dari Makkah
ketika itu. Pada suatu ketika mereka mengirim delegasinya ke Makkah menemui
Syarif Makkah, yaitu Syarif Mas’ud sambil mengerjakan haji.
Delegasi ini menyiarkan fatwa-fatwa wahabiyah yang ganjil-ganjil
dimakkah. Syarif Mas’ud menangkapi orang-orang ini dan bahkan membunuh sebahagiaannya,
dan sebagiannya lagi lolos dan pulang memberikan laporan kepada Muhammad bin
sa’ud. Dari mulai hal itu lah berkobar permusuhan antara kaum Wahabi di Nejdi
dengan Syarif-syarif (penguasa-penguasa di Makkah). Dari sejarah ini dapat
diambil kesimpulan bahwa Raja-raja Makkah ketika itu tidak menyukai faham
Wahabi, serupa dengan raja-raja di Bashrah dan ‘Amiyah. Muhammad bin Abdul
Wahab itu memberikan fatwa bahwa orang-orang yang di Makkah itu banyak yang
kafir, karena mereka membolehkan mendo’a dengan tawasul dihadapan makan Nabi
SAW, mereka yang dating jauh-jauh untuk menziarahi makam Nabi, berdoa menghadap
makam Nabi, memuji-muji Nabi dengan membaca Nazhasn Burdah ‘Amin Tadza”,
membaca shalawat Dalailul Khairat yang berlebihan memuji Nabi, membaca-baca
kisah maulud barzanji dan akhirnya mereka dikafirkan karena tidak mau mengikuti
Muhammad bin Abdul Wahab. Disebutkan dalam sejarah bahywa suatu kali terjadi
perdebatan antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan saudaranya Sulaiman bin Abdul
Wahab, dalam soal kafir mengkafirkan ini. Sulaiman bertanya kepada adiknya ;
berapa rukun Islam? Muhammad menjawab : lima Sulaiman : tetapi kamu
menjadikannya enam Muhammad : apa? Sulaiman : kamu memfatwakan bahwa siapa yang
mengikutimu adalah mu’min dan yang tidak sesuai dengan fatwamu adalah kafir.
Muhammad : terdiam dan marah Sesudah itu ia berusaha menangkap kakaknya dan
akan membunuhnya, tetapi sulaiman dapat lolos ke Makkah dan setibanya di Makkah
ia mengarang kitab “Ash-Shawaiqul Ilahiyah Firraddi alal Wahabiyyah” .
B.
GERAKAN WAHABI
Pembangun gerakan ini atau faham ini adalah Muhammad bin Abdul
Wahab yang biografinya sudah dibahas pada halaman sebelumnya. Oleh karena itu
orang menamakan gerakannya atau fahamnya dengan sebutan wahabiyah, dibangsakan
kepada Abdul Wahab, bapak Muhammad bin Abdul Wahab. Sebenarnya penamaan gerakan
ini dengan wahabiyah adalah salah, karena pembangunnya bernama Muhammad, bukan
Abdul Wahab. Wahabiyah adalah suatu bahagian dari firqah Islamiyah, dibangun
oleh Muhammad bin abdul Wahab (1702 / 1787 M). lawannya menamainya wahabiyah
tapi pengikutnya menamakan dirinya Al-Muwahhidun dan Thariqah mereka dinamakan
Muhammadiyah, dalam firqah mereka berpegangkan kepada Madzhab Hanbali,
disesuaikan dengan tafsir ibnu Taimiyah . Akan tetapi keterangan kamus munjid
tersebut tidak semuanya benar. Ulama-Ulama Wahabi tidak marah jika mereka
dipanggil dengan kalimat “WAHABI”, dan bahkan ada sebuah buku yang dikarang
oleh mereka berjudul “ Al-Hijatussaniyah Wat Tuhfatul Wahabiyah an-Nijdiyah”
dicetak oleh percetakan “Ummulqura” di Makkah tahun 1344 H.
Saudara pendiri faham Wahabi yaitu Sulaiman bin Abdul Wahab
mengarang sebuah buku dengan judul “Ash-Shawaiqul Ilahiyah Firraddi alal
Wahabiyyah” yang artinya ( Petir Tuhan untuk menolak faham Wahabi). Dengan judul
buku ini saja jelaslah bahwa pada masa hidup Muhammad bin Abdul Wahab nama
“Wahabiyah” sudah ada juga. Seorang Ulama besar Mufhti Syafi’I di Makkah,
Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (wafat : 1304 H), menulis sebuah buku untuk
menolak faham wahabi dengan judul “Ad-Durarus Saniyah Firraddi alal Wahabiyah”
yang artinya (Permata yang bertahta untuk menolak faham Wahabi), maka jelaslah
bahwa nama Wahabi itu sudah lama adanya. Diantara ajaran-ajaran Wahabi :
1.
Dilarang melagukan adzan, sebelum wahabi masuk ke Makkah, diatas ketujuh menara
Masjidil Haram bilal melakukan adzan dengan lagu dan suara-suara yang indah.
2.
Tidak boleh membunyikan radio.
3.
Dilarang keras melagukan qasidah.
4.
Tidak boleh melagukan al-qur’an dengan bacaan fuqaha sebagaimana yang banyak
kedengaran di Mesir
5.
Tidak boleh membaca kitab shalawat Dalailul Khairat dan lebih-lebih lagi tidak
pernah membaca Amin Tadza.
6.
Tidak boleh mengaji sifat dua puluh, sebagaimana yang terdapat pada kitab-kitab
Tauhid Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
7.
Imam-Imam masjidil haram disatukan dibelakang seorang Ulama mereka bernama Abi
Samah,sedang sebelum wahabi masuk ke Makkah Imam-Imam Shalat di Masjidil Haram
ada empat yaitu Imam Syafi’I, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Hanbali. Sepertinya
penguasa di Makkah ingin menjadikan para Imam itu berada dibelakang Wahabi yang
artinya mereka ingin menjadikan Imam yang empat itu tunduk kepada Wahabi.
8.
Kubah-kubah diatas pekuburan sahabat-sahabat Nabi yang berasa di Mu’ala
(Makkah) di Baqi’I (Madinah) semuanya diruntuhkan, diratakan dengan tanah.
Kabarnya meruntuhkannya dengan alat meriam. Akan tetapi ketika mereka hendak
meruntuhkan kubah hijau dimakam Rasulullah SAW di Majsid Nabawi, mereka
mendapat reaksi keras dari seluruh umat Islam diseluruh dunia, sehingga Wahabi
mengurungkan niat mereka untuk meruntuhkan makam Nabi Muhammad SAW.
9.
Kubbah (gedunng besar) diatas tanah dimana Nabi Muhammad SAW dilahirkan, yaitu
di Suq al-Leil diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan menggunakan meriam
juga, kemudian tempat itu dijadikan tempat penambatan unta, namun atas desakan
umat islam diseluruh dunia, akhirnya mereka mengganti tempat itu dengan
membangunkan perpustakaan di tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW.
10.
Perayaan Maulid Nabi dibulan Rabi’ul awal dilarang karena mereka beranggapan
bahwa Bid’ah itu semuanya adalah sesat, padahal sebelum kelahiran Wahabi
kedunia, sanagat banyak sekali Ulama-Ulama dari generasi salaf yang mengatakan
hal itu hukumnya sunnat “memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW” hukumnya
sunnat. Begitu juga mereka membid’ahkan perayaan Isra Wal Mi’raj.
11.
Bepergian dengan maksud menziarahi makam Nabi ke Madinah dilarang. Fatwanya :
Barangsiapa yang musafir dan dengan musafirnya itu ia berniat menziarahi makam
Nabi Muhammad SAW maka musafirnya itu adalah musafir maksiat.
12.
Mendoa dengan tawasul dilarang keras, dan mereka mengatakan orang yang
bertawasul melakukan perbuatan Syirik, padahal para sahabat Nabi,seperti Umar
bin Khattab juga pernah bertawasul, apakah kita berani mengatakan bahwa
Sayyidina Umar sesat dan msuyrik karena berdoa dengan tawasul?
13.
Haram hukumnya berziarah Qubur. Mereka mengatakan bahwa orang yang berziarah
qubur dengan sebutan “Quburiyyin” yang artinya penyembah-penyembah Qubur.
14.
Dan lain-lain, banyak sekali kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh Wahabi.
C.
WAHABI BUKAN AHLUSSUNNAH WAl-JAMA’AH
Mayoritas Umat islam meyakini bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah itu
pengikut Madzhab Asy-Ari dan Maturidi dalam masalah aqidah. Tetapi tidak
sedikit pula yang berasumsi bahwa aliran Wahabi juga masuk dalam golongan
Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal menurut para Ulama yang mu’tabar dikalangan
sunni, aliran wahabi itu tergolong khawarij, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Wahabi dikatakan khawarij karena ada ajaran penting dikalangan khawarij menjadi
ajaran Wahabi yaitui takfir al-mukhalif dan istihlal dima’ al-mukhallifin yaitu
mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin yang berbeda dengan mereka).
Suatu kelompok dikatakan keluar dari ahlussunnah wal-jama’ah , tidak harus
berbeda 100% dengan ahlussunah wal-jama’ah. Kaum khawarij pada masa sahabat
dikatakan khawarij bukan semata-semata karena perlawanan mereka terhadap kaum
muslimin, akan tetapi perlawanan mereka terhadap Syaidina Ali dilataar
belakangi oleh motif ideology yaitu takfir dan istihlal dima’ al-mukhallifin
(pengkafiran dan penghalalan darah kaum muslimin yang berbeda dengan mereka).
Persoalannya adalah bahwa kaum wahabi juga merujuk terhadap
kitab-kitab tafsir dan Hadits yang menjadi rujukan Ahlussunnah wal-jama’ah, hal
ini bukan alasan menganggap mereka sebagai Ahlsunnah wal Jama’ah. Kalau kita
mempelajari ilmu rijal hadits,dalam shahih Al-Bukhari, Muslim dan lain-lain,
tidak sedikit para perawi Hadits yang mengikuti aliran syi’ah, khawarij,
murjia’ah, Qadariyah, dan lain-lain. Para Ulama kita, termasuk dari kalangan
Ahli Hadits sangat toleran dengan siapa pun,sehingga tidak menghalangi menerima
Hadits-Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi ahli bid’ah untuk dimasukkan
dalam kitab-kitab mereka kemudian menjaid rujukan utama kaum muslimin
Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Kalau setiap orang yang merujuk kepada kitab shahih
Al-Bukhari, shahih Muslim dan kitab-kitab Hadits lainnya harus dimasukkan dalam
golongan ahlussunnah wal-jama’ah, maka kita tentunya harus pula memasukkan
semua perawi hadits al-Bukhari dan lain-lain dalam Ahlussunnah Wal-Jama’ah,
padahal faktanya tidak demikian. Alasan utama mengapa Wahabi dikatakan Khawarij
dan bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah karena paradiqma pemikirannya yang
mngusung konsep takfir dan istihlal dima’ wa amwal al-mukhalifin (pengkafiran
dan penghalalan darah kaum muslimin yang berbeda dengan mereka). Pendiri Aliran
Wahabi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata : “aku pada waktu itu tidak
mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam sebelum
kebaikan yang dianugrahkanoleh Allah. Demikian pula guru-guruku tidak seoarang
pun diantara mereka yang mengetahui hal tersebut. Barangsiapa yang beramsusmsi
di antara Ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia mengetahui makna la ilaha illallah atau
makna Islam sebelum waktu ini, atau berasumsi bahwa diantara guru-gurunya ada
yang mengetahui hal tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka (kebohongan),
menipu manusia dan memuji dirinya dengansesuatu yang tidak dimilikinya” .
Dalam pernyataan diatas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahabi, ia sendiri tidak
mengerti agama Islam. Bahkan tidak seorang pun dari guru-gurunya dan Ulama
manapun yang mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan makna agama Islam.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengkafirkan
guru-gurunya dan mengkafirkan dirinya sendiri sebelum ia menyebarkan faham
Wahabi. Didalam kitab yang lain disebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab berkata: “ ketahuilah bahwa kesyirikan orang-orang dahulu lebih ringan
dari pada kesyirikan orang-orang masa kita sekarang ini. Maksudnya kaum
muslimin yang berada diluar golongan kita itu telah syirik semua, kesyirikan
mereka melebihi kesyirikan orang-orang jahiliyah” . Didalam kitab yang lain
disebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata: “ Ilmu Fiqh dan
kitab-kitab Fiqh Madzhab yang empat yang diajarkan oleh para Ulama adalah ilmu
syirik, sedangkan para Ulama yang menyusunnya adalah syaithan-syaithan manusia
dan jin” .Pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ini berarti pembatalan dan
pengkafiran terhadap kaum muslimin yang mengikuti Madzhab Fiqh yang empat.
Pengkafiraan terhadap kaum Muslimin terus dilakukan oleh Ulama Wahabi,
diantaranya : “ aneh dan ganjil, ternyata Abu Jahal dan Abu Lahab lebih banyak
Tauhidnya kepada Allah dan lebih murni imannya kepadaNya dari pada kaum
muslimin yang bertawasul dengan para wali dan orang-orang shaleh dan memohon
pertolongan dengan perantara mereka kepada Allah.
Ternyata Abu Jahal dan Abu lahab lebih tulus imannya dari mereka
kaum muslimin yang mengucapkan dua kalimat syahadat “ . Dalam pernyataan
tersebut, Basyamil menganggap bahwa kaum muslimin selain Wahabi , lebih syirik
dari pada Abu Jahal dan Abu Lahab. Kitab karya Basyamil ini dibagi-bagikan
secara gratis oleh tokoh-tokoh Wahabi kepada siapapun yang berminat. Banyak
sekali Ulama Ahlsunnah Wal-Jama’ah yang mu’tabar dikalangan kaum muslimin
mengatakan bahwa Wahabi adalah khawarij, diantaranya dari kalangan Ulama Madzhab
Maliki yaitu Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Shawi Al-Maliki :
هذه
الاية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب والسنة ويستحلون بذلك د ما ء
المسلمين وأملهم كما هو مشاهد الان في نظائرهم وهم فرقة بارض الحجاز يقال لهم
الوهابية يحسبون انهم على شيء ألا انهم هم الكا ذ بون
Artinya : “ ayat ini turun mengenai oreang-orang kahwarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu golongan atau kelompok dinegeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahabiyah mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta” .
Dari kalangan Ulama Madzhab Hanafi, Imam Muhammad Amin Afandi yang
populer dengan sebutan Ibnu Abidin, berkata : Artinya : “ keterangan tentang
pengikut Muhammad bin Abdul Wahab, kaum khawarij pada masa kita. Sebagaimana
terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibnul Abdil Wahab yang keluar dari Najd
dan berupaya keras menguasai dua tanah suci . mereka meyakini bahwa mereka saja
kaum muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah
orang-orang musyrik, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh
Ahlussunnah dan para Ulamanya” .
Hanya alquran yg mutlak benar
ReplyDeleteya benar bro....
Delete