BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Syi’ah
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة,
Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Syi'ah
menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni
menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Syi'i (Bahasa
Arab: شيعي.)
menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali. Sekitar 90% umat Muslim
sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.Istilah Syi'ah
berasal dari kata Bahasa Arab شيعة Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini
adalah Syī`ī شيعي.
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun).Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara[1].
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun).Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara[1].
Adapun menurut terminologi syariat bermakna mereka
yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat
dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian
pula anak cucunya sepeninggal beliau. Menurut Thabathba’i, istilah Syi’ah untuk
pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama
ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para pengikut Ali yang disebut
Syi’ah itu diantaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-aswad, dan
Ammar bin Yasir.Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring
dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga
mengalami perpecahan mazhab[2].
B.Sejarah
Munculnya Syi’ah
Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah terdapat
perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir
pemerintahan Usman bin Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar muncul ketika
berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang
Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap
arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi
dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok mendak sikap Ali
(Khawarij)[3].
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan
syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak
kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam
pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak mengantikan
Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan
isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW pada masa hidupnya. Pada awal kenabian
ketika Nabi Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah ke kerabatnya, yang
pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat
itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus
dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad SAW, Ali merupakan
orang yang luar biasa besar[4].
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi
adalah peristiwa Ghadir Khumm[5].Diceritakan
bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke
Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali
sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu,
Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyati ‘ammali),
tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali)
mereka. Namun realitasnya berbicara lain.
Berlawanan dengan harapan mereka, ketika Nabi wafat
dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk
menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba,
sedangkan anggota keluarga nabi dan beberapa sahabat masih sibuk dengan
persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai
mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin
yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memecahkan masalah mereka saat
itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat,
atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak
memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu
hal yang sudah tak bisa berubah lagi[6].
Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari
kalangan kaum muslimin yang menentang kekhalifahan dan kaum mayoritas
dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa
pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa
semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak
masyarakat mengikutinya.Kaum inilah yang disebut dengan kaum Syi’ah. Namun
lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah
terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri,
sehingga mesti diwujudkan[7].
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai
kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada
fakta sejarah “perpecahan” dalam Islam yang memang mulai mencolok pada masa
pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun
kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits yang mereka terima dari ahl al-bait,
berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW wafat dan
kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar segera setelah itu terbentuklah Syi’ah.
Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin sekalipun, kelompok
Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan
menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat.
Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada
masa dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari
perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terdapat ahl al-Bait. Diantara bentuk
kekerasan itu adalah yang dilakukan pengusaha bani Umayyah. Yazid bin Muawiyah,
umpamanya, pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad untuk
memenggal kepala Husein bin Ali di Karbala[8].Diceritakan
bahwa setelah dipenggal, kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan dengan
tonkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi SAW. Yang pada waktu kecilnya sering
dicium Nabi[9].Kekejaman
seperti ini menyebabkan kebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab
Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedy yang
menimpa ahl al-bait.
Dalam perkembangan selain memperjuangkan hak
kekhalifahan ahl al bait dihadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, syi’ah juga
mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka
mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada kenabian), Nubuwwah
(Percaya kepada kenabian), Ma’ad (kepercyaan akan adanya hidup diakhirat),
imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahl-al bait), dan adl
(keadaan ilahi). Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia ditulis bahwa perbedaan
antara sunni dan syi’ah terletak pada doktrin imamah[10].
C.Pokok-pokok
Ajaran Syi’ah
Dalam Syi’ah terdapat apa yang namanya ushuluddin
(pokok-pokok agama). Syi’ah memiliki Lima Ushuluddin :
- Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
- Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
- An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi’ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia
- Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
- Al-Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan[11].
D.Sekte-sekte/Aliran
Syi’ah
1.Al-Kaisaniyah
Kaisaniyah ialah nama sekte syi’ah yang meyakini bahwa
kepemimpinan setelah Ali bin Abi Thalib beralih ke anaknya Muhammad bin
Hanafiyah. Para ahli berselisih pendapat mengenai pendiri syi’ah kaisaniyah
ini, ada yang berkata ia adalah Kaisan bekas budak Ali bin Abi Thalib r.a. Ada
juga yang berkata bahwa ia adalah Almukhtar bin Abi Ubaid yang memiliki nama
lain Kaisan.
Diantara ajaran dari syi’ah kaisaniyah ini ialah,
mengkafirkan khalifah yang mendahului Imam Ali r.a dan mengkafirkan mereka yang
terlibat perang Sifin dan Perang Jamal (Unta), dan Kaisan mengira bahwa Jibril
a.s mendatangi Almukhtar dan mengabarkan kepadanya bahwa Allah Swt menyembunyikan
Muhammad bin Hanafiyah[12].
Sekte Kaisaniyah ini
terbagi menjadi beberapa kelompok, namun kesemuanya kembali kepada dua paham
yang berbeda yaitu:
1. Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah masih hidup.
2. Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah
telah tiada, dan jabatan kepemimpinan beralih kepada yang lain.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah anatara lain:
Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah anatara lain:
1.Mereka tidak percaya adanya roh Tuhan menetes ke dalam tubuh Ali ibn Abi Thalib, seperti kepercayaan orang-orang Saba’iyah.
2.Mereka mempercayai kembalinya imam (raj’ah) setelah meninggalnya. Bahkan kebanyakan pengikut al-Kaisaniyah percaya bahwa Muhammad Ibn Hanafiyah itu tidak meninggal, tetapi masih hidup bertempat di gunung Radlwa.
3.Mereka menganggap bahwa Allah Swt. itu
mengubah kehendak-Nya menurut perubahan ilmu-Nya. Allah Swt. Memerintah
sesuatu, kemudian memerintah pula kebalikannya.
4.Mereka mempercayai adanya reinkarnasi (tanasukh al-arwah).
5.Mereka mempercayai adanya roh[13].
4.Mereka mempercayai adanya reinkarnasi (tanasukh al-arwah).
5.Mereka mempercayai adanya roh[13].
2. Az-Zaidiyah
Zaidiyah adalah sekte dalam syi'ah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin
Ali bin Husein Zainal Abidin setelah kepemimpinan Husein bin Ali. Mereka tidak
mengakui kepemimpinan Ali bin Husein Zainal Abidin seperti yang diakui sekte
imamiyah, karena menurut mereka Ali bin Husein Zainal Abidin dianggap tidak
memenuhi syarat sebagai pemimpin. Dalam Zaidiyah, seseorang dianggap sebagai
imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni: keturunan Fatimah binti
Muhammad SAW, berpengetahuan luas tentang agama, zahid (hidup hanya dengan
beribadah), berjihad dijalan Allah SWT dengan mengangkat senjata dan berani.
Sekte Zaidiyah mengakui keabsahan khalifah atau imamah Abu Bakar As-Sidiq dan Umar bin Khattab. Dalam hal ini, Ali bn Abi Thalib dinilai lebih tinggi dari pada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh karena itu sekte Zaidiyah ini dianggap sekte Syi'ah yang paling dekat dengan sunnah.Disebut juga Lima Imam dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
1.Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.
2.Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
3.Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid.
4.Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
5.Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir[14].
Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya :
Sekte Zaidiyah mengakui keabsahan khalifah atau imamah Abu Bakar As-Sidiq dan Umar bin Khattab. Dalam hal ini, Ali bn Abi Thalib dinilai lebih tinggi dari pada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh karena itu sekte Zaidiyah ini dianggap sekte Syi'ah yang paling dekat dengan sunnah.Disebut juga Lima Imam dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
1.Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.
2.Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
3.Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid.
4.Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
5.Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir[14].
Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya :
1.Meyakini seseorang dari keturunan Fathimah (puteri Nabi) yang melancarkan pemberontakan dalam membela kebenaran, dapat diakui sebagai imam, jika ia memiliki pengetahuan keagamaan, berakhlak mulia, berani, dan murah hati. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa siapapun dari keturunan Ali bin Abi Thalib dapat menjadi imam, bisa lebih dari seorang dan bahkan tidak ada sama sekali. Jabatan imam dapat dikukuhkan berdasarkan kemampuan dalam memimpin dan dapat juga berdasarkan latar belakang pendidikan.
2.Ajaran Syi’ah Zaidiyah mengenai kepemimpinan Khulafa al-Rasyidin, mengakui kekhalifahan Abu Bakr, Umar dan Utsman pada awal masa pemerintahannya, meskipun Ali bin Abi thalib dinilainya sebagai sahabat yang paling mulia. Dalam kaitan ini, terdapat konsep Syi’ah Zaidiyah yang berbunyi : جواز امامة المفضول مع وجود الأفضل . Yang dimaksud dengan المفضول adalah Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Usman. Sedangkan yang dimaksud dengan الأفضل ialah Ali bin Abi Thalib.
3.Dalam ajaran Syi’ah Zaidiyah, tidak mengakui paham ishmah, yaitu keyakinan bahwa para imam dijamin oleh Allah dari perbuatan salah, lupa dan dosa. Mereka juga menolak paham raja’ah (seorang imam akan muncul sesudah bersembunyi atau mati), paham mahdiyah (seorang imam yang bergelar al-Mahdi akan muncul untuk mengambangkan keadilan dan memusnahkan kebatilan), dan paham taqiyah (sikap kehati-hatian dengan menyembunyikan identitas di depan lawan).
4.Dari segi ushul atau prinsip-prinsip umum Islam, ajaran Syi’ah Zaidiyah mengikuti jalan yang dekat dengan paham Mu’tazilah atau paham rasionalis. Adapun dari segi furu’ atau masalah hukum dan lembaga-lembaganya, mereka menerapkan fikih Hanafi (salah satu mazhab fikih dari golongan Sunni). Karenanya, dalam hal nikah mut’ah mereka mengharamkannya, meskipun pada awal Islam nikah itu pernah dibolehkan namun telah dibatalkan. Dewasa ini, fikih Syi’ah Zaidiyah termasuk fikih yang diajarkan di Universitas al-Azhar[15].
3.Al-Imamiyah
Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa nabi
Muhammad SAW telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai imam pengganti dengan
penunjukan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengakui
keabsahan kepemimpinan Abu Bakar, Umar, maupun Utsman. Bagi mereka persoalan
imamah adalah salah suatu persoalan pokok dalam agama atau ushuludin.
Sekte imamah pecah menjadi beberapa golongan. Golongan
yang besar adalah golongan Isna' Asyariyah atau Syi'ah dua belas. Golongan
terbesar kedua adalah golongan Isma'iliyah. Golongan Isma'iliyah berkuasa di
Mesir dan Baghadad[16].Disebut
juga Tujuh Imam. Dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh
orang dari 'Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah
Isma'il. Urutan imam mereka yaitu:
1.Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.
2.Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan Al-Mujtaba.
3.Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain Asy-Syahid.
4.Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
5.Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad Al-Baqir.
6.Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far Ash Shadiq.
7.Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya :
1.Ilmu al-Faidh al-Ilahi, yang Allah melimpahkannya pada imam. Maka dengan itu imam-imam, mempunyai kedudukan di atas manusia pada umumnya dan berilmu melebihi manusia lainnya. Mereka secara khusus mempunyai ilmu yang tidak dimiliki orang lain. Baginya mengetahui ilmu Syari’at melebihi apa yang diketahui.
2.Sesungguhnya iman itu tidak harus tampak dan di kenal masyarakat, tetapi boleh jadi samar bersembunyi. Namun demikian tetap harus ditaati. Dialah al-Mahdi yang memberi petunjuk kepada manusia, sekalipun dia tidak tampak pada beberapa waktu. Dia tentu muncul, dan hari kiamat tidak akan datang sampai al-Mahdi itu muncul, memenuhi bumi ini dengan keadilan, sebagaimana kejahatan dan kezaliman telah merajalela.
3.Sesungguhnya imam itu tidak bertanggung jawab di hadapan siapa pun. Seorang pun tidak boleh menyalahkannya, apa pun yang diperbuatnya. Masyarakat harus membenarkan bahwa apa yang diperbuatnya adalah baik, tidak ada kejelekan sedikitpun. Sebab imam mempunyai ilmu yang tidak dapat dicapai orang lain. Karena itulah mereka menetapkan bahwa imam itu ma’shum[17].
4.Al-Ghaliyah
1.Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.
2.Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan Al-Mujtaba.
3.Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain Asy-Syahid.
4.Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
5.Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad Al-Baqir.
6.Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far Ash Shadiq.
7.Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya :
1.Ilmu al-Faidh al-Ilahi, yang Allah melimpahkannya pada imam. Maka dengan itu imam-imam, mempunyai kedudukan di atas manusia pada umumnya dan berilmu melebihi manusia lainnya. Mereka secara khusus mempunyai ilmu yang tidak dimiliki orang lain. Baginya mengetahui ilmu Syari’at melebihi apa yang diketahui.
2.Sesungguhnya iman itu tidak harus tampak dan di kenal masyarakat, tetapi boleh jadi samar bersembunyi. Namun demikian tetap harus ditaati. Dialah al-Mahdi yang memberi petunjuk kepada manusia, sekalipun dia tidak tampak pada beberapa waktu. Dia tentu muncul, dan hari kiamat tidak akan datang sampai al-Mahdi itu muncul, memenuhi bumi ini dengan keadilan, sebagaimana kejahatan dan kezaliman telah merajalela.
3.Sesungguhnya imam itu tidak bertanggung jawab di hadapan siapa pun. Seorang pun tidak boleh menyalahkannya, apa pun yang diperbuatnya. Masyarakat harus membenarkan bahwa apa yang diperbuatnya adalah baik, tidak ada kejelekan sedikitpun. Sebab imam mempunyai ilmu yang tidak dapat dicapai orang lain. Karena itulah mereka menetapkan bahwa imam itu ma’shum[17].
4.Al-Ghaliyah
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghulu-ghuluwan
yang artinya bertambah dan naik. Ghala bi-addin yang artinya memperkuat dan
menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah ghulat adalah kelompok
pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh Abu
Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang
menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat
kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Nabi Muhammad[18].
Gelar ektrem (ghulat) yang diberikan kepada
kelompok ini berkaitan dengan pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa
orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan ada juga beberapa orang yang
dianggap sebagai Rasul setelah Nabi Muhammad.Selain itu mereka juga mengembangkan
doktrin-doktrin ekstrem lainnya tanasukh, hulul,tasbih dan ibaha[19].
Sekte-sekte yang terkenal di dalam Syi’ah Ghulat ini
adalah Saba’iyah,Kamaliyah,
Albaiyah,Mughriyah,Mansuriyah,Khattabiyah,Kayaliyah,Hisamiyah,Nu’miyah,Yunusiyah
dan Nasyisiyahwa Ishaqiyah.Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang
membawa atau memimpinnya.Sekte-sekte ini awalnya hanya ada satu,yakni faham
yang dibawa oleh Abdullah Bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan.Kemudian
karena perbedaan prinsip dan ajaran,Syi’ah ghulat terpecah menjadi beberapa
sekte. Meskipun demikian seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang
hulul dan tanasukh. Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama Babilonia Kuno yang
ada di Irak seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam dan Mazdakisme.
Adapun doktrin Ghulat menurut Syahrastani ada enam yang membuat mereka ektrem yaitu:
1.Tanasukh yang merupakan keluarrnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang lebih tinggi.Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah Bin Muawiyah Bin Abdullah Bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam seterusnya kepada imam-imam secara turun-temurun.
2.Bada’ yang merupakan keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan dengan perubahan ilmuNya, serta dapat memerintahkan dan juga sebaliknya[20].Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’ dalam pandangan Syi’ah Ghulat memiliki beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, maka artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah. Bila berkaitan dengan kehendak maka artinya memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkan-Nya.Bila berkaitan dengan perintah maka artinya yaitu memerintahkan hal lain yang bertentangan dengan perintah yang sebelumnya.Faham ini dipilih oleh Mukhtar ketika mendakwakan dirinya dengan mengetahui hal-hal yang akan terjadi,baik melalui wahyu yang diturunkan kepadanya atau melalui surat dari imam.Jika ia menjanjikan kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu,lalu hal itu benar-benar terjadi seperti yang diucapkan,maka itu dijustifikasikan sebagai bukti kebenaran ucapannya.Namun jika terjadi sebaliknya,ia mengatakan bahwa Tuhan menghendaki bada’.
3.Raj’ah yang masih ada hubungannya dengan mahdiyah.Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh sekte dalam Syi’ah.Namun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali.Sebagian mengatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali dan sebagian lagi megatakan bahwa yang akan kembali adalah Ja’far As-Shaddiq,Muhammad bin Al-Hanafiyah bahkan ada yang mengatakan Mukhtar ats-Tsaqafi.
4.Tasbih artinya menyerupakan,mempersamakan.Syi’ah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh dengan khaliq.
5.Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat,berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap individu manusia.Hulul bagi Syi’ah ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
6.Ghayba yang artinya menghilangkan Imam Mahdi.Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konssep ghayba pertama kali diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi pada tahun 66 H/686 M di Kuffah ketika mempropagandakan Muhammad Bin Hanafiyah sebagai Imam Mahdi[21].
Adapun doktrin Ghulat menurut Syahrastani ada enam yang membuat mereka ektrem yaitu:
1.Tanasukh yang merupakan keluarrnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang lebih tinggi.Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah Bin Muawiyah Bin Abdullah Bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam seterusnya kepada imam-imam secara turun-temurun.
2.Bada’ yang merupakan keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan dengan perubahan ilmuNya, serta dapat memerintahkan dan juga sebaliknya[20].Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’ dalam pandangan Syi’ah Ghulat memiliki beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, maka artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah. Bila berkaitan dengan kehendak maka artinya memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkan-Nya.Bila berkaitan dengan perintah maka artinya yaitu memerintahkan hal lain yang bertentangan dengan perintah yang sebelumnya.Faham ini dipilih oleh Mukhtar ketika mendakwakan dirinya dengan mengetahui hal-hal yang akan terjadi,baik melalui wahyu yang diturunkan kepadanya atau melalui surat dari imam.Jika ia menjanjikan kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu,lalu hal itu benar-benar terjadi seperti yang diucapkan,maka itu dijustifikasikan sebagai bukti kebenaran ucapannya.Namun jika terjadi sebaliknya,ia mengatakan bahwa Tuhan menghendaki bada’.
3.Raj’ah yang masih ada hubungannya dengan mahdiyah.Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh sekte dalam Syi’ah.Namun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali.Sebagian mengatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali dan sebagian lagi megatakan bahwa yang akan kembali adalah Ja’far As-Shaddiq,Muhammad bin Al-Hanafiyah bahkan ada yang mengatakan Mukhtar ats-Tsaqafi.
4.Tasbih artinya menyerupakan,mempersamakan.Syi’ah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh dengan khaliq.
5.Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat,berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap individu manusia.Hulul bagi Syi’ah ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
6.Ghayba yang artinya menghilangkan Imam Mahdi.Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konssep ghayba pertama kali diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi pada tahun 66 H/686 M di Kuffah ketika mempropagandakan Muhammad Bin Hanafiyah sebagai Imam Mahdi[21].
BAB III
KESIMPULAN
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab
bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum
yang berkumpul di atas suatu perkara.
Adapun menurut terminologi syariat
bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara
para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin,
demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau.
Sekte-sekte/Aliran
Syi’ah :
1.Al-Kaisaniyah
2. Az-Zaidiyah
3.Al-Imamiyah
4.Al-Ghaliyah
DAFTAR PUSTAKA
1.Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi.Dinukil
dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali
Al-Awaji.
2.Al-khotib, Sayyid Muhibudin, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Syi'ah Al-Imamiyah, Surabaya:PT.bina ilmu, 1984.
3.Asy-Syahrastani, Muhammad bin Abd Al-Karim, Al-Milal wa An-Nihal,Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, 1951
4.Abu Zahrah, Muhammad, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam, Jakarta : Logos Publishing House, 1996
5.A. Nasir,Sahilun,Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010
6.Nasution, Harun,Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986
7.Razak,Abdur dan Anwar,Rosihan,Ilmu Kalam,Bandung: Puskata Setia, 2006
8.Syak’ah,Musthafa Muhammad,Islam Tanpa Mazhab,Terj.Abu Zaidan Al-Yamani & Abu Zahrah Al-Jawi Solo: Tiga Serangkai, 2008
9.Thabathaba’i, Muhammad Husai,Shi’a,terj. Husain Nasr,Anshariah, Qum, 1981
2.Al-khotib, Sayyid Muhibudin, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Syi'ah Al-Imamiyah, Surabaya:PT.bina ilmu, 1984.
3.Asy-Syahrastani, Muhammad bin Abd Al-Karim, Al-Milal wa An-Nihal,Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, 1951
4.Abu Zahrah, Muhammad, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam, Jakarta : Logos Publishing House, 1996
5.A. Nasir,Sahilun,Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010
6.Nasution, Harun,Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986
7.Razak,Abdur dan Anwar,Rosihan,Ilmu Kalam,Bandung: Puskata Setia, 2006
8.Syak’ah,Musthafa Muhammad,Islam Tanpa Mazhab,Terj.Abu Zaidan Al-Yamani & Abu Zahrah Al-Jawi Solo: Tiga Serangkai, 2008
9.Thabathaba’i, Muhammad Husai,Shi’a,terj. Husain Nasr,Anshariah, Qum, 1981
[1]
Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari
dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah,
1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji.
[2]
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu
Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h.89
[3]
Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik
dan Aqidah Islam. Terj. Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, (Jakarta: Logos,
1996), hal. 34
[4]Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung:
Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.90.
[5]Hadits tentang Ghadir Khum ini terdapat dalam versi
Sunni maupun Syi’ah dan semuanya merupakan hadits shahih. Lebih dari seratus
sahabat telah meriwayatkan hadits ini dalam berbagai sanad dan ungkapan. Lihat
Muhammad Husai Thabathaba’i, Shi’a,terj. Husain Nasr, (Anshariah, Qum, 1981)
[6]
Ibid,hal.38-40.
[7]
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu
Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.91.
[8]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam)
Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010),
hal. 82
[9]
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu
Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.92.
[10]Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5, h. 135-136.
[11]
Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu
Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.94-95.
[12]Abu Su’ud, As’ Syiah An Nasyaah As Syiasiyah wal
Aqidah Ad’ Diniyah, (Giza: Maktabah Nafidah, 2004), hal. 158.
[13]
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam…,
hal. 108
[14]Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam
Islam, (Jakarta : Logos Publishing House, 1996) , cet.1 hal.25
[15]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam…, hal. 111-114
[18]Abu Zahrah, Aliran Politik…hal. 39
[19]Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam…hal. 105
[20]Abu Zahrah, Aliran Politik…hal. 39
[21]Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam…hal. 107-108.
No comments:
Post a Comment