Tuesday, January 14, 2014

Mengorek Aliran Syi'ah



BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Syi’ah
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Syi'i (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة  Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī  شيعي.
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun).Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara[1].
Adapun menurut terminologi syariat bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau. Menurut Thabathba’i, istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para pengikut Ali yang disebut Syi’ah itu diantaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-aswad, dan Ammar bin Yasir.Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan mazhab[2].
B.Sejarah Munculnya Syi’ah
Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir pemerintahan Usman bin Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok mendak sikap Ali (Khawarij)[3].         
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib  yang  berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika Nabi Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad SAW, Ali merupakan orang yang luar biasa besar[4].       
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm[5].Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyati ‘ammali), tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitasnya berbicara lain.      
Berlawanan dengan harapan mereka, ketika Nabi wafat dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi dan  beberapa sahabat masih sibuk dengan  persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memecahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bisa berubah lagi[6].     
Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum  muslimin yang menentang kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya.Kaum inilah yang disebut dengan kaum Syi’ah. Namun lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan[7].      
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “perpecahan” dalam Islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat.     
Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini terdapat ahl al-Bait. Diantara bentuk kekerasan itu adalah yang dilakukan pengusaha bani Umayyah. Yazid bin Muawiyah, umpamanya, pernah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad untuk memenggal kepala Husein bin Ali di Karbala[8].Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein dibawa ke hadapan Yazid dan dengan tonkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi SAW. Yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi[9].Kekejaman seperti ini menyebabkan kebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedy yang menimpa ahl al-bait.      
Dalam perkembangan selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl al bait dihadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada kenabian), Nubuwwah (Percaya kepada kenabian), Ma’ad (kepercyaan akan adanya hidup diakhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahl-al bait), dan adl (keadaan ilahi). Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara sunni dan syi’ah terletak pada doktrin imamah[10].
C.Pokok-pokok Ajaran Syi’ah        
Dalam Syi’ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama). Syi’ah memiliki Lima Ushuluddin :
  1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
  2. Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
  3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi’ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia
  4. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
  5. Al-Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan[11].
D.Sekte-sekte/Aliran Syi’ah
1.Al-Kaisaniyah        
Kaisaniyah ialah nama sekte syi’ah yang meyakini bahwa kepemimpinan setelah Ali bin Abi Thalib beralih ke anaknya Muhammad bin Hanafiyah. Para ahli berselisih pendapat mengenai pendiri syi’ah kaisaniyah ini, ada yang berkata ia adalah Kaisan bekas budak Ali bin Abi Thalib r.a. Ada juga yang berkata bahwa ia adalah Almukhtar bin Abi Ubaid yang memiliki nama lain Kaisan. 
Diantara ajaran dari syi’ah kaisaniyah ini ialah, mengkafirkan khalifah yang mendahului Imam Ali r.a dan mengkafirkan mereka yang terlibat perang Sifin dan Perang Jamal (Unta), dan Kaisan mengira bahwa Jibril a.s mendatangi Almukhtar dan mengabarkan kepadanya bahwa Allah Swt menyembunyikan Muhammad bin Hanafiyah[12].   
Sekte Kaisaniyah ini terbagi menjadi beberapa kelompok, namun kesemuanya kembali kepada dua paham yang berbeda yaitu:
1. Meyakini bahwa  Muhammad bin Hanafiyah masih hidup.
2. Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah tiada, dan jabatan kepemimpinan beralih kepada yang lain.

Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah anatara lain:

1.Mereka tidak percaya adanya roh Tuhan menetes ke dalam tubuh Ali ibn Abi Thalib, seperti kepercayaan orang-orang Saba’iyah.

2.Mereka mempercayai kembalinya imam (raj’ah) setelah meninggalnya. Bahkan kebanyakan pengikut al-Kaisaniyah percaya bahwa Muhammad Ibn Hanafiyah itu tidak meninggal, tetapi masih hidup bertempat di gunung Radlwa.
3.Mereka menganggap bahwa Allah Swt. itu mengubah kehendak-Nya menurut perubahan ilmu-Nya. Allah Swt. Memerintah sesuatu, kemudian memerintah pula kebalikannya.

4.Mereka mempercayai adanya reinkarnasi (tanasukh al-arwah).

5.Mereka mempercayai adanya roh
[13].

2. Az-Zaidiyah           
Zaidiyah adalah sekte dalam syi'ah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin setelah kepemimpinan Husein bin Ali. Mereka tidak mengakui kepemimpinan Ali bin Husein Zainal Abidin seperti yang diakui sekte imamiyah, karena menurut mereka Ali bin Husein Zainal Abidin dianggap tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin. Dalam Zaidiyah, seseorang dianggap sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni:  keturunan Fatimah binti Muhammad  SAW, berpengetahuan luas tentang agama, zahid (hidup hanya dengan beribadah), berjihad dijalan Allah SWT dengan mengangkat senjata dan berani.

            Sekte Zaidiyah mengakui keabsahan khalifah atau imamah Abu Bakar As-Sidiq dan Umar bin Khattab. Dalam hal ini, Ali bn Abi Thalib dinilai lebih tinggi dari pada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Oleh karena itu sekte Zaidiyah ini dianggap sekte Syi'ah yang paling dekat dengan sunnah.Disebut juga Lima Imam dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:

1.Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.
2.Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
3.Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid.
4.Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
5.Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir
[14].

Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya :

1.Meyakini seseorang dari keturunan Fathimah (puteri Nabi) yang melancarkan pemberontakan dalam membela kebenaran, dapat diakui sebagai imam, jika ia memiliki pengetahuan keagamaan, berakhlak mulia, berani, dan murah hati. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa siapapun dari keturunan Ali bin Abi Thalib dapat menjadi imam, bisa lebih dari seorang dan bahkan tidak ada sama sekali. Jabatan imam dapat dikukuhkan berdasarkan kemampuan dalam memimpin dan dapat juga berdasarkan latar belakang pendidikan.

2.Ajaran Syi’ah Zaidiyah mengenai kepemimpinan Khulafa al-Rasyidin, mengakui kekhalifahan Abu Bakr, Umar dan Utsman pada awal masa pemerintahannya, meskipun Ali bin Abi thalib dinilainya sebagai sahabat yang paling mulia. Dalam kaitan ini, terdapat konsep Syi’ah Zaidiyah yang berbunyi : جواز امامة المفضول مع وجود الأفضل . Yang dimaksud dengan المفضول adalah Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Usman. Sedangkan yang dimaksud dengan الأفضل ialah Ali bin Abi Thalib.

3.Dalam ajaran Syi’ah Zaidiyah, tidak mengakui paham ishmah, yaitu keyakinan bahwa para imam dijamin oleh Allah dari perbuatan salah, lupa dan dosa. Mereka juga menolak paham raja’ah (seorang imam akan muncul sesudah bersembunyi atau mati), paham mahdiyah (seorang imam yang bergelar al-Mahdi akan muncul untuk mengambangkan keadilan dan memusnahkan kebatilan), dan paham taqiyah (sikap kehati-hatian dengan menyembunyikan identitas di depan lawan).

4.Dari segi ushul atau prinsip-prinsip umum Islam, ajaran Syi’ah Zaidiyah mengikuti jalan yang dekat dengan paham Mu’tazilah atau paham rasionalis. Adapun dari segi furu’ atau masalah hukum dan lembaga-lembaganya, mereka menerapkan fikih Hanafi (salah satu mazhab fikih dari golongan Sunni). Karenanya, dalam hal nikah mut’ah mereka mengharamkannya, meskipun pada awal Islam nikah itu pernah dibolehkan namun telah dibatalkan. Dewasa ini, fikih Syi’ah Zaidiyah termasuk fikih yang diajarkan di Universitas al-Azhar[15].

3.Al-Imamiyah          
Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa nabi Muhammad SAW telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai imam pengganti dengan penunjukan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, mereka tidak mengakui keabsahan kepemimpinan Abu Bakar, Umar, maupun Utsman. Bagi mereka persoalan imamah adalah salah suatu persoalan pokok dalam agama atau ushuludin.  
Sekte imamah pecah menjadi beberapa golongan. Golongan yang besar adalah golongan Isna' Asyariyah atau Syi'ah dua belas. Golongan terbesar kedua adalah golongan Isma'iliyah. Golongan Isma'iliyah berkuasa di Mesir dan Baghadad[16].Disebut juga Tujuh Imam. Dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari 'Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan imam mereka yaitu:

1.Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin.
2.Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan Al-Mujtaba.
3.Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain Asy-Syahid.
4.Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
5.Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad Al-Baqir.
6.Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far  Ash Shadiq.
7.Ismail bin Ja'far  (721 – 755), adalah anak  pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.

Pokok-pokok ajaran Syi’ah Zaidiyah, terdiri dari beberapa hal. Diantaranya :

1.Ilmu al-Faidh al-Ilahi, yang Allah melimpahkannya pada imam. Maka dengan itu imam-imam, mempunyai kedudukan di atas manusia pada umumnya dan berilmu melebihi manusia lainnya. Mereka secara khusus mempunyai ilmu yang tidak dimiliki orang lain. Baginya mengetahui ilmu Syari’at melebihi apa yang diketahui.

2.Sesungguhnya iman itu tidak harus tampak dan di kenal masyarakat, tetapi boleh jadi samar bersembunyi. Namun demikian tetap harus ditaati. Dialah al-Mahdi yang memberi petunjuk kepada manusia, sekalipun dia tidak tampak pada beberapa waktu. Dia tentu muncul, dan hari kiamat tidak akan datang sampai al-Mahdi itu muncul, memenuhi bumi ini dengan keadilan, sebagaimana kejahatan dan kezaliman telah merajalela.

3.Sesungguhnya imam itu tidak bertanggung jawab di hadapan siapa pun. Seorang pun tidak boleh menyalahkannya, apa pun yang diperbuatnya. Masyarakat harus membenarkan bahwa apa yang diperbuatnya adalah baik, tidak ada kejelekan sedikitpun. Sebab imam mempunyai ilmu yang tidak dapat dicapai orang lain. Karena itulah mereka menetapkan bahwa imam itu ma’shum[17].

4.Al-Ghaliyah           
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghulu-ghuluwan yang artinya bertambah dan naik. Ghala bi-addin yang artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Nabi Muhammad[18]. 
Gelar ektrem  (ghulat) yang diberikan kepada kelompok ini berkaitan dengan pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan ada juga beberapa orang yang dianggap sebagai Rasul setelah Nabi Muhammad.Selain itu mereka juga mengembangkan doktrin-doktrin ekstrem lainnya tanasukh, hulul,tasbih dan ibaha[19].         
Sekte-sekte yang terkenal di dalam Syi’ah Ghulat ini adalah Saba’iyah,Kamaliyah, Albaiyah,Mughriyah,Mansuriyah,Khattabiyah,Kayaliyah,Hisamiyah,Nu’miyah,Yunusiyah dan Nasyisiyahwa Ishaqiyah.Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang membawa atau memimpinnya.Sekte-sekte ini awalnya hanya ada satu,yakni faham yang dibawa oleh Abdullah Bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan.Kemudian karena perbedaan prinsip dan ajaran,Syi’ah ghulat terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikian seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang hulul dan tanasukh. Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama Babilonia Kuno yang ada di Irak seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam dan Mazdakisme.

Adapun doktrin Ghulat menurut Syahrastani ada enam yang  membuat mereka ektrem yaitu:

1.Tanasukh yang merupakan keluarrnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang lebih tinggi.Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah Bin Muawiyah Bin Abdullah Bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam seterusnya kepada imam-imam secara turun-temurun.

2.Bada’ yang merupakan keyakinan bahwa Allah mengubah kehendakNya sejalan dengan perubahan ilmuNya, serta dapat memerintahkan dan juga sebaliknya[20].Syahrastani menjelaskan lebih lanjut bahwa bada’ dalam pandangan Syi’ah Ghulat  memiliki beberapa arti. Bila berkaitan dengan ilmu, maka artinya menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah. Bila berkaitan dengan kehendak maka artinya memperlihatkan yang benar dengan menyalahi yang dikehendaki dan hukum yang diterapkan-Nya.Bila berkaitan dengan perintah maka artinya yaitu memerintahkan hal lain yang bertentangan dengan perintah yang sebelumnya.Faham ini dipilih oleh Mukhtar ketika mendakwakan dirinya dengan mengetahui hal-hal yang akan terjadi,baik melalui wahyu yang diturunkan kepadanya atau melalui surat dari imam.Jika ia menjanjikan kepada pengikutnya akan terjadi sesuatu,lalu hal itu benar-benar terjadi seperti yang diucapkan,maka itu dijustifikasikan sebagai bukti kebenaran ucapannya.Namun jika terjadi sebaliknya,ia mengatakan bahwa Tuhan menghendaki bada’.

3.Raj’ah yang masih ada hubungannya dengan mahdiyah.Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.Faham raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh sekte dalam Syi’ah.Namun mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali.Sebagian mengatakan bahwa yang akan kembali itu adalah Ali dan sebagian lagi megatakan bahwa yang akan kembali adalah Ja’far As-Shaddiq,Muhammad bin Al-Hanafiyah bahkan ada yang mengatakan Mukhtar ats-Tsaqafi.

4.Tasbih artinya  menyerupakan,mempersamakan.Syi’ah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk.Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh dengan khaliq.

5.Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat,berbicara dengan semua bahasa dan ada pada setiap individu manusia.Hulul bagi Syi’ah ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.

6.Ghayba yang artinya menghilangkan Imam Mahdi.Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada di dalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konssep ghayba pertama kali diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi pada tahun 66 H/686 M di Kuffah ketika mempropagandakan Muhammad Bin Hanafiyah sebagai Imam Mahdi[21].



           


















BAB III
KESIMPULAN
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.
Adapun menurut terminologi syariat bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau.
Sekte-sekte/Aliran Syi’ah :
1.Al-Kaisaniyah
2. Az-Zaidiyah           
3.Al-Imamiyah
4.Al-Ghaliyah
















DAFTAR PUSTAKA
1.Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi.Dinukil dari kitab Firaq  Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji.

2.Al-khotib, Sayyid Muhibudin, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Syi'ah Al-Imamiyah, Surabaya:PT.bina ilmu, 1984.

3.Asy-Syahrastani, Muhammad bin Abd Al-Karim, Al-Milal wa An-Nihal,Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, 1951

4.Abu Zahrah, Muhammad, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam, Jakarta : Logos Publishing House, 1996

5.A. Nasir,Sahilun,Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010

6.Nasution, Harun,Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986

7.Razak,Abdur dan Anwar,Rosihan,Ilmu Kalam,Bandung: Puskata Setia, 2006

8.Syak’ah,Musthafa Muhammad,Islam Tanpa Mazhab,Terj.Abu Zaidan Al-Yamani & Abu Zahrah Al-Jawi Solo: Tiga Serangkai, 2008

9.Thabathaba’i, Muhammad Husai,Shi’a,terj. Husain Nasr,Anshariah, Qum, 1981





[1] Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji.
[2] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h.89
[3] Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Islam. Terj. Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, (Jakarta: Logos, 1996), hal. 34
[4]Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.90.
[5]Hadits tentang Ghadir Khum ini terdapat dalam versi Sunni maupun Syi’ah dan semuanya merupakan hadits shahih. Lebih dari seratus sahabat telah meriwayatkan hadits ini dalam berbagai sanad dan ungkapan. Lihat Muhammad Husai Thabathaba’i, Shi’a,terj. Husain Nasr, (Anshariah, Qum, 1981)
[6] Ibid,hal.38-40.
[7] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.91.
[8]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal. 82
[9] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.92.
[10]Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5, h. 135-136.
[11] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.94-95.
[12]Abu Su’ud, As’ Syiah An Nasyaah As Syiasiyah wal Aqidah Ad’ Diniyah, (Giza: Maktabah Nafidah, 2004), hal. 158.
[13] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam…, hal. 108
[14]Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam, (Jakarta : Logos Publishing House, 1996) , cet.1 hal.25
[15]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam…, hal. 111-114
[16]Ibid,hal.27-28.
[17] Ibid,hal.117.
[18]Abu Zahrah, Aliran Politik…hal. 39
[19]Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam…hal. 105
[20]Abu Zahrah, Aliran Politik…hal. 39
[21]Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam…hal. 107-108.

No comments:

Post a Comment