BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pengertian ‘Amr
Secara etimologi ‘amr berarti perintah. Sedangkan menurut terminologi adalah :
الأمر طلب
الفعل من الأعلى إلى الأدنى
”amr adalah perbuatan meminta
kerja dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yng lebih rendah tingkatannya.”
atau dapat didefinisikan,
اللفظ الدال
على طلب الفعل على جهة الإستعلاء
“Suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan sesuatu
dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah
kedudukannya”.[1]
B.Bentuk-bentuk
‘amr
Dilihat dari segi bentuknya, maka shiyagh al-Amr dapat dibagi empat,[2]yakni :
1. Fi’il Amr
Syighot al-Amr yang menggunakan fi’il amr, seperti firman Allah, QS. Al-Baqarah
(2), 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukulah bersama orang-orang yang
ruku”.
Lafal
َأَقِيمُو dan ءَاتُو
dalam ayat tersebut berbentuk fi’il amr dari fi’il madhi أقام dan أتي.
2. Fi’il mudhari’ yang dimasuki lam al-Amr, seperti
firman Allah, QS. Al-Imran (4): 104 :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ…
“Dan
hendaklah ada diantara kemu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan…”
Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa lafal وَلْتَكُنْ adalah fi’il
mudhari yang dimasuki lam al-Amr.
3. Isim mashdar sebagai pengganti dari fi’il al-Amr
Lafal mashdar yang bermakna sebagai al-amr, seperti firman
Allah, QS. Al-Isra’ (15):23 :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا…
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”
Lafal إِحْسَانًا pada ayat di atas adalah bentuk mashdar dari kata احسن- يحسن
yang berarti berbuat baiklah.
4. Isim fi’il al-Amr
Maksudnya adalah lafal yang berbentuk isim, namun diartikan dengan fi’il,
misalnya :
عليكم انفسكم لايضركم من ضل اذاهتديتم
"Jagalah dirimu, tidaklah orang
sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu mendapat petunjuk….. (QS.
Al-Mai'dah: 105).
Sedangkan menurut
Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al Tasyri’, disampaikan dalam berbagai gaya
atau redaksi antara lain:
a)
Perintah tegas dengan menggunakan kata amara (أمر)
90. Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
b) Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa
perbuatan itu diwajibkan atas seseorang dengan memakai kata kutiba (كتب). QS. Al-Baqarah: 183
بايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم
تتقون
"hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu puasa
sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 183)
c)
Perintah dengan menggunakan kata faradha (فرض/mewajibkan). Al-Ahzab/33 : 50
50.
...Sesungguhnya kami Telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka
tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak
menjadi kesempitan bagimu. ..
C.Kaidah-kaidah ‘Amr
dan Maknanya
1.Kaidah pertama: Pada asasnya perintah menunjukkan wajib
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”
إلاَّ ما دَلَّ دَلِيْلٌ على خِلاَفِهِ
Kecuali jika ada
qarinah yang dapat mengalihkan lafadz Amar itu dari arti wajib kepada arti yang
lain, maka hendaklah dialihkan kepada arti lain sesuai yang dikehendaki oleh
qarinah tersebut, antara lain sebagai berikut[3] :
TM. Hasbi ash-Shiddieqy
merinci kandungan shiyagh al-Amr ke dalam 15 bentuk antara lain :[4]
a. Untuk للندب (nadb
,menganjurkan), seperti firman Allah Swt QS. Al-Nur (24):33 :
… فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا…
“…Hendaklah
kamu buat perjanjian dengan mereka jika kamu mengetahui ada kebaikan pada
mereka …”
b. Untuk للإرشاد (irsyad, petunjuk), seperti
firman Allah Swt QS. Al-Baqarah (2): 281 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ…
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan hendaklah seorang
penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar…”
c. Untuk للإباحة (ibahah,kebolehan), seperti
firman Allah Swt, QS. Al-Baqarah (2): 187 :
… َكُلُوا وَاشْرَبُوا…
“…Makanlah
kamu dan minumlah kamu…”
d. Untuk للتهديد (tahdid, ancaman), seperti dalam
QS. Fushshilat (41):40 :
…اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ…
“…Perbuatlah
apa yang kamu kehendaki…”
e. Untuk للإكرام (ikrom,memuliakan/mempersilahkan) seperti
firman Allah QS. Al-Hijr (14):46 :
ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ءَامِنِينَ
“Masuklah
ke dalam surga dengan aman sentosa”
f. Untuk للتعجيز (ta’jiz, melemahkan), seperti
dalam QS. Al-Baqarah (1):23 :
…فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ…
“…Maka
datangkanlah satu surat yang sepetinya…”
g. Untuk للتكذيب (takzib, mendustakan), seperti
dalam QS. Al-Baqarah (1): 111 :
…قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“…Katakanlah
tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”
h.Untuk للدعاء (doa, permohonan), seperti dalam QS. Al-Baqarah (2): 201 :
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّ
“
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat”
i.Untuk للتسخير (taskhir,menghina),seperti
firman Allah SWT :
كونوا قردة خاسئين
"Jadilah kamu kera yang
hina".
j. Untuk للتسوية ( taswiyah, mempersamakan).
Firman Allah SWT :
فاصبروا او لاتصبروا سواء عليكم
"……….maka baik kamu bersabar
atau tidak, sama saja bagimu…".
k. Untuk للإمتنان ( imtinan,
menyebut nikmat). Firman Allah SWT :
فكلوا مما رزقكم الله حلال طيبا
"Maka makanlah yang halal lagi
baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu."
l. Untuk للتفويض ( tafwidh, yakni
penyerahan. Firman Allah SWT :
فاقض ماانت قاض
"Sebab itu putuskanlah apa yang
kamu putuskan."
m.Untuk للتكوين ( takwin,
penciptaan). Firman Allah SWT :
كن فيكون
"Jadilah, maka jadilah."
n.Untuk للتلهيف ( talhif, pernyataan
gusar). Firman Allah SWT :
موتوا بغيظكم
"Matilah kamu, karena kemarahanmu
itu."
o.Untuk للإلتماس ( iltimas,Permintaan
dari seseorang kepada sesama tingkatannya).
“Berhentilah dulu, mari kita menangis karena teringat kekasih rumah di siqtilliwa antara Dakhul dan Haumal”.(Syair Umruul Qais).
“Berhentilah dulu, mari kita menangis karena teringat kekasih rumah di siqtilliwa antara Dakhul dan Haumal”.(Syair Umruul Qais).
2.Kaidah Kedua : Perulangan dalam Suruhan
a) Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak
menghendaki berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى التِكْرَار
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-ulangnya pekerjaan
yang dituntut.”
Misalnya :
“Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan
Umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah/2 : 196)
Perintah haji dan Umrah tidak wajib dikerjakan berulang kali, tetapi cukup
sekali saja, karena suruhan itu hanya menuntut kita untuk melaksanakannya.
b) Amar (perintah) itu menghendaki
berulang-ulang
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ يَقْتَضِى التِكْرَار مُدَّةَ العُمْرِ مَعَ
الاِمْكَانِ
“Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya perbuatan
yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama hidup.”
Misalnya :
“Jika kamu berjunub maka mandilah.” (QS Al-Maidah/5 : 6)
“Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir” (QS Al-Isra’ /17:
78)
3.Kaidah Ketiga
الاَمْرُ بِالشَّيْئِ اَمْرٌ بِوَسَائِلِهِ
“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan wasilahnya
/ perantara.”
Misalnya, perintah mendirikan shalat berarti perintah untuk berwudhu,
karena wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat.
4.Kaidah Keempat
الاَصْلُ فِى الاَمْرِ لاَ يَقْتَضِى الفَوْرَ
“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan segera.”
Misalnya :
“Barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau sedang dalam bepergian
jauh, hendaklah mengqadha puasa itu pada hari yang lain.” (QS Al-Baqarah/2 :
184)
Puasa Ramadhan yang
ditinggalkan itu boleh ditunda mengerjakannya, asal tidak melalaikan pekerjaan
itu dan sebelum masuk Ramadhan berikutnya.
5.Kaidah Kelima
الاَمْرُ بَعْدَ النَّهْيِ يُعِيْدُ الابَاحَةِ
“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”
Misalnya
:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَاررَةِ القُبُوْرِ اَلاَ فَزُوْرُهَا
“Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang berziarahlah.” (HR
Muslim)
“Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berburulah.” (QS
Al-Maidah/5 : 2)
Berdasarkan dua uraian
tersebut, dapat dijelaskan bahwa perintah setelah larangan itu hukumnya mubah
tidak wajib, seperti berziarah kubur dan berburu setelah ibadah haji.[5]
[2]
Muhtar Yahya, Dasar-Dasar
Pembinaan Hukum Fiqhi Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1986), h. 191-192.
[4] TM. Hasbi
ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Cet. I; Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1997), h. 327-328.
[5]
Muhtar Yahya, Dasar-Dasar Pembinaan
Hukum Fiqhi Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1986), h. 196-198.
sangat membantu,. :) terima kasiih
ReplyDeleteTerima kasih karena sudah sangat membantu saya mengerjakan tugas
ReplyDeletejazakallahukhoir
ReplyDelete